TEMPO Interaktif, Jakarta - Belasan angkot menjadi sasaran razia kaca gelap yang digelar petugas Dinas Perhubungan DKI di Terminal Bus Pulogadung, Jakarta Timur, Minggu, 18 September 2011. Beberapa mengeluh menjadi korban atas tindak kejahatan yang mereka perbuat, sebagian melakukannya justru untuk kenyamanan penumpangnya.
"Ini kan supaya penumpang enggak panas," kata Situmeang, 40 tahun, sopir KWK nomor 31 Jurusan Pulogadung-Harapan Indah. Dia harus rela plastik film yang melapisi kaca mobilnya dilepas petugas.
Ari Angga, 19 tahun, sopir KWK nomor 21 jurusan Kayu Tinggi-Pulogadung, kesal mendapat peringatan soal yang sama. Dia terbayang biaya sekitar Rp 80 ribu untuk sebuah lapisan film yang baru. “Ya kesallah, bukan kami yang buat," kata dia.
Hingga saat ini, operasi razia yang digelar sejak pukul 14.00 itu telah menjaring belasan angkot. Operasi rencananya akan dilakukan hingga pukul 17.00 dan berlanjut di terminal-terminal lainnya dan pada jenis angkutan lainnya seperti taksi.
"Untuk menghindari tindak kriminal, pemerkosaan, pelecehan seksual di dalam angkutan," kata Wakil Dinas Perhubungan DKI Jakarta Riza Hashim yang ditemui di lokasi.
Riza mengungkapkan, menurut Keputusan Menteri No. 439 Tahun 1976 tentang penggunaan kaca pada kendaraan bermotor, kaca berwarna atau berlapis plastik berwarna diperbolehkan selama tingkat tembus pandangnya tidak kurang dari 70 persen. "Kurang dari itu, tidak boleh," kata Riza.
Dalam inspeksi kali ini, Dinas Perhubungan menguji tingkat tembus cahaya pada kaca dengan bantuan alat (auto light). Plastik gelap hanya dibolehkan terpasang di kaca depan dengan lebar 15 sentimeter untuk menghalangi paparan sinar matahari mengganggu pandangan sopir.
“Jika masih melanggar, ya ditilang dan nanti minta copot saja (izinnya), dikandangin,” kata Riza.
MARTHA THERTINA