TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meragukan pernyataan nelayan Jakarta yang berpendapat hasil tangkapannya merosot akibat reklamasi di Teluk Jakarta. "Itu karena reklamasi atau karena pencemaran dari 13 sungai?" ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, saat ditemui di Balai Kota pada Kamis, 12 November 2015.
Menurut Ahok, dia lebih meyakini jika jumlah ikan di Teluk Jakarta berkurang akibat pencemaran sungai di Jakarta. "Dulu zaman kakek saya, mancing di Ciliwung banyak ikan loh. Sekarang di tepi laut masih ada ikan enggak? Karena apa? Gara-gara pencemaran 13 sungai," ujar Ahok.
Selain itu, Ahok menilai, pencurian ikan besar-besaran juga menjadi faktor menurunnya hasil tangkapan nelayan. "Kalau enggak dapat ikan mah seluruh Indonesia sudah enggak dapat ikan lagi. Banyak pencurian di laut," kata Ahok.
Pada 5 November lalu, kuasa hukum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Muhammad Isnur menggugat pemerintah Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur. Menurut Isnur, nelayan di Teluk Jakarta tidak bisa lagi mendapat ikan setelah ada reklamasi. Bahkan imbas reklamasi juga dirasakan nelayan di Serang dan Balaraja.
Karena itu, nelayan di Teluk Jakarta menggugat pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah mengeluarkan SK Gubernur Nomor 2238 tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Seluas 161 Hektare. Izin itu diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land.
Menurut Haratua Purba dari Biro Hukum Pemerintah DKI Jakarta, SK Gubernur tersebut sudah sesuai dengan kewenangan dan tidak ada peraturan yang dilanggar. Dalam persidangan, mereka menganggap penggugat tidak berhak mengajukan gugatan karena sudah lewat waktu untuk mengajukan gugatan. Selain itu, mereka tak berhak menggugat karena tidak punya kepentingan atas terbitnya objek sengketa. Penggugat juga tidak berhak menggugat karena bukan badan hukum perdata.
ANGELINA ANJAR SAWITRI