TEMPO.CO, Jakarta - Warga Bukit Duri mengajukan kasasi atas keputusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terkait penggusuran di bantaran Sungai Ciliwung, Jakarta Selatan. Permohonan kasasi itu sudah didaftarkan pada 16 Agustus 2017 ke Mahkamah Agung. "Kami sedang menyiapkan argumentasi keberatan terhadap putusan banding," ujar kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera W. S. Soemarwi, di Sekretariat Ciliwung Merdeka, Sabtu, 19 Agustus 2017.
Menurut Vera, dalam keputusan banding, pengadilan telah memenangkan pemerintah Kota Jakarta Selatan. Keputusan ini dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Alasannya, pemerintah DKI tidak berwenang untuk menertibkan wilayah sungai. Sebab, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sementara pemerintah menggunakan aturan tersebut sebagai dasar untuk menggusur rumah warga Bukit Duri.
Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi, kata Vera, Undang-undang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat terhitung mulai 18 Februari 2015. "Tapi majelis hakim banding tidak mau mempertimbangkan keputusan Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Pemerintah DKI menggusur permukiman penduduk di Bukti Duri yang terkena imbas proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Penduduk menolak penggusuran itu karena tidak mendapat ganti rugi. Korban penggusuran kemudian menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pada 9 Januari 2017, PTUN mengabulkan gugatan penduduk dan memerintahkan pemerintah DKI membayar ganti rugi kepada korban penggusuran. Namun keputusan itu justru dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara lewat keputusan banding.
ADAM PRIREZA | SSN