TEMPO.CO, Jakarta - Jalan-jalan di sepanjang RT 05 RW 06 itu dipenuhi tumpukan kardus, lemari, meja, kursi, kulkas, bahkan kasur. Jalan selebar lima meter yang biasanya cukup dilalui tiga sepeda motor, kini hanya tinggal setapak.
"Ini barang-barang warga yang rumahnya akan dibongkar," kata Rohadi, Ketua RT 05 RW 06, Kelurahan Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat, kepada Tempo, Rabu, 27 Mei 2015.
Rohadi mengenakan celana training abu-abu, berkaus oranye, dan memegang pengeras suara di tangan kanannya hanya menatap pasrah. "Pusing, lemes, aku kudu piye ya? Wargaku ada yang belum boleh masuk padahal sudah tinggal ambil kunci thok," katanya.
Sebagai pimpinan warga di satuan terkecil, Rohadi dipusingkan dengan minimnya informasi yang diberikan ihwal penggusuran.
Rohadi mengatakan Ahad pekan lalu, warga telah berinisiatif membongkar seluruh bangunan yang berada lima meter dari bibir Kali Ciliwung.
"Buat antisipasi saja, siapa tahu yang dibutuhkan hanya lima meter jadi nggak perlu dirubuhkan semua," katanya.
Saban lima menit sekali Rohadi mengingatkan warga. "Yang angkut barang tolong didampingi sama yang punya supaya tidak ada kejadian aneh-aneh."
Seorang laki-laki langsung menuju tumpukan barang mengambil satu tas lalu menemani tukang yang mengangkat satu kardus sambil berkata, "Siap, pak."
Dari musala suara lelaki dewasa yang lebih lantang dari pengeras suara Pak RT mengingatkan, "Warga diminta iuran seikhlasnya untuk mendirikan dapur umum." Suara pengeras suara Pak RT dan milik musala silih berganti memberikan pengumuman atau peringatan di kampung yang biasanya sepi.
Bapak-bapak ditemani para tukang, mondar-mandir mengangkut barang. Ibu-ibu berkumpul menjaga barang sambil mengobrol. Sebagian lagi duduk-duduk di rumah tetangga yang tak digusur sambil mengawasi anak-anak. Tak satu pun yang masuk kerja. "Mau kerja bagaimana? Lah repot gini, kalau ditinggal habis tak bersisa," kata Doni.
Warga RT 05 RW 06 menjadi tegang ketika puluhan Satuan Polisi Pamong Praja memasuki wilayah RT 05. Beberapa warga menolak pembongkaran karena mereka ditolak di Rusun Marunda.
Rohadi meminta warga supaya tetap tenang. "Meskipun ramai kayak pasar, suasana yang kondusif perlu dijaga supaya tidak saling berkelahi antarwarga juga dengan aparat," kata Doni.
DINI PRAMITA