TEMPO.CO, Jakarta - Masih segar dalam ingatan Tuty Kusumawati peristiwa pada pertengahan Ramadan 2015 lalu. Seorang pria mencegat Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Jakarta di depan ruangannya di Balai Kota. Meski Tuty sudah memberi isyarat tak ingin ditemui, orang tak dikenal itu ngotot meminta waktu.
Sekretarisnya juga berkali-kali memberi tahu bahwa Tuty sibuk hari itu dan memberi memo agar menemui Wakil Kepala Bappeda Yurianto. “Dia tetap mau ketemu saya,” kata Tuty pekan lalu. Tamu itu rela menunggu hingga jadwal Tuty luang.
Karena memaksa, Tuty akhirnya mempersilakan orang itu masuk ruangannya. Setelah basa-basi memperkenalkan diri, orang itu memaparkan maksud kedatangannya. Sayangnya, dengan alasan sudah melaporkan pertemuan itu ke aparatur hukum, Tuty menolak merinci obrolannya kala itu. “Kami bicara sebentar,” kata Tuty.
Ketika hendak pulang, tamu ini mengeluarkan amplop dan menyodorkannya kepada Tuty. “Dia bilang sebagai bentuk terima kasih,” katanya. Tuty menolak dan memberikan lagi amplop itu ke tamunya. “Saya takut ada operasi tangkap tangan,” katanya.
Baca: Cara Ahok Ajari Antikorupsi ke Anak: Jangan Nyogok Guru!
Mendapat penolakan, orang itu menjelaskan bahwa bosnya telah mencatat Tuty sebagai penerima amplop itu, Tuty pun berpikir ulang. “Kalau saya balikin ke dia, tapi uangnya tak sampai ke bosnya, dan saya dilaporkan menerima, susah juga.”