Tiga Hakim Dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung Setelah Gregorius Ronald Tannur Divonis Bebas
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Suseno
Rabu, 31 Juli 2024 14:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menangani perkara Gregorius Ronald Tannur dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung. Pelapor adalah keluarga almarhumah Dini Sera Afrianti yang menjadi korban penganiayaan Ronald Tanur.
Dimas Yemahura, kuasa hukum keluarga korban, mengatakan materi pelaporan berhubungan dengan sifat dan etika hakim dalam proses persidangan. "Kemudian juga tentang bagaimana hakim, pada saat bersidang, tidak fair (adil)," kata Dimas di Badan Pengawas Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada Rabu, 31 Juli 2024.
Menurut dia, sikap dan etika dari ketiga hakim tersebut tidak berjalan sebagaimana praperadilan yang adil, jujur, dan bijaksana. Dalam persidangan, sikap para hakim juga terlihat tendensius. Misalnya saja dengan menghentikan pemeriksaan saksi saat memberikan keterangan. Tidak heran bila sikap hakim tersebut membuahkan pertimbangan yang kontradiktif dengan fakta hukum. "Seolah meniadakan alat bukti yang sah tanpa pembanding alat bukti yang sah," ujarnya.
Dia menjelaskan ada alat bukti yang sah ditiadakan, dianggap alat bukti ini tidak ada tanpa ada pembandingnya dan hanya dengan asumsi dan pertimbangan hakim secara pribadi.
Oleh karena itu, Dimas menilai bahwa sikap dari ketiga hakim sangat mencederai asas-asas objektivitas dan asas-asas kebenaran dalam menentukan pertimbangan hakim untuk memutuskan suatu perkara.
Ronald Tannur didakwa menganiaya dan membunuh kekasihnya, Dini Sera Afrianti, di kawasan Lenmarc Mall di Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya, pada 4 Oktober 2023. Keduanya sempat berkaraoke bersama teman-temannya sambil menenggak minuman beralkohol. Saat akan pulang, keduanya terlibat pertengkaran. Ronald sempat menendang kaki kanan korban hingga jatuh terduduk. Dia juga dua kali memukul kepala Dini menggunakan botol miras Tequila.
Mereka terlibat pertengkaran hingga di parkiran basement. Dini sempat duduk bersandar di pintu sebelah kiri mobil Ronald Tannur. Tanpa menghiraukan kekasihnya, Ronald lalu masuk dan menjalankan mobil. Alhasil, sebagian tubuh Dini terlindas dan terseret sejauh 5 meter. Dini kemudian tewas.
Majelis hakim PN Surabaya justru memvonis bebas Ronald Tannur. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Dini tewas karena kandungan alkohol dalam tubuhnya, bukan karena penganiayaan. Selain itu, Ronald juga disebut tak terbukti memiliki niat membunuh Dini karena sempat menolong dengan membawa Dini ke rumah sakit.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) atau kedua, Pasal 351 ayat (3) KUHP, atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik di Surabaya pada Rabu, 24 Juli 2024, dikutip dari Antara.
Padahal, jaksa penuntut umum menuntut Ronald Tannur dihukum 12 tahun pidana penjara dan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta subsider kurungan 6 bulan. Jaksa menilai Ronald terbukti melakukan pembunuhan terhadap Dini.
AMELIA RAHIMA SARI