TEMPO.CO, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Pemerintah Provinsi DKI mengenai sengketa pembebasan lahan proyek Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Fatmawati, Jakarta Selatan.
Dengan putusan tersebut, ganti rugi kepada tiga pemilik lahan, yang juga penggugat, sebesar Rp 33 juta per meter persegi. Meski berkas putusan belum dikirimkan kepada ketiga penggugat, putusan MA telah dibacakan pada 10 Oktober 2017. Putusan MA itu membuat pemerintah daerah bisa segera mengeksekusi lahan yang sudah sekitar empat tahun bermasalah dan mengganggu proyek MRT.
"Keputusan pengadilan harus dilaksanakan karena terikat undang-undang. Eksekusi," kata Anies di markas Kodam Jaya/Jayakarta, Cawang, Jakarta Timur, Selasa, 24 Oktober 2017. "Sekarang proses pengadilan berakhir, kami bisa langsung finalisasi pengambilalihan jalan."
Baca Juga: Janji-Janji Anies-Sandi Saat Kampanye, Termasuk Soal Penggusuran
Tiga pemilik lahan di Jalan Haji Nawi tersebut tak menerima ganti rugi Rp 33 juta per meter persegi dari pemerintah daerah. Mereka menuntut harga Rp 150 juta ke Pengadilan Jakarta Selatan pada Februari 2016. Pengadilan Jakarta Selatan memutuskan ganti rugi Rp 60 juta. Atas putusan itu, pemerintah daerah mengajukan kasasi ke MA.
Pembebasan salah satu lahan sengketa oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, beserta pemilik lahan, Mahesh, di area proyek pembangunan Stasiun MRT Fatmawati, Jakarta Selatan. 20 Oktober 2017. Tempo/Zara
Akhir pekan lalu, Anies memerintahkan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi mengeksekusi empat lahan sengketa tersebut pada pekan ini. "Karena keterlambatan di proyek ini bisa jadi masalah besar," ujarnya di Jalan Raya Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Oktober 2017.
Mahesh Laimalani, Dheeraj Mohan, dan Heriyantomo adalah pemilik empat lahan sengketa yang disebut Anies sebagai penghambat proyek stasiun MRT. Meski sama-sama menggugat, ketiganya memilih cara penyelesaian yang berbeda.
Mahesh memutuskan menyerahkan lahan seluas 76 meter persegi miliknya kepada Pemprov DKI Jakarta selagi menunggu putusan MA. Menurutnya, demi kepentingan publik, dia siap menerima berapa pun nilai lahannya yang diputuskan MA. Karena telah sepakat dengan Anies, Pemprov DKI Jakarta nantinya tinggal membongkar Toko Serba Indah milik Mahesh itu.
Berbeda dengan Mahesh, Heriyantomo, pemilik toko marmer Gramer Mandiri, menolak menyerahkan lahannya sebelum ada putusan MA. Dia berkeras bahwa Pemprov DKI Jakarta harus menaati hukum dengan menunggu putusan MA sebelum mengeksekusinya. Meski begitu, sama seperti Mahesh, dirinya siap menerima berapa pun nilai akhir lahannya yang diputuskan MA.
Dheeraj Mohan, pemilik dua lahan sengketa, memilih cara yang sama dengan Heriyantomo. Bedanya dengan Heriyantomo, Dheeraj mengatakan lahannya telah terdampak langsung proyek itu. Dua lahan parkir toko karpet miliknya, Beauty dan Lotus Decor, telah diambil PT MRT Jakarta dan kontraktor Obayashi untuk menjadi jalan umum tanpa seizinnya hingga sekarang.
Dheeraj pun melaporkan kasus itu ke polisi. Polisi masih mengusut laporan tersebut. Setelah gugatan dan pelaporan itu, Dheeraj memutuskan usahanya sudah cukup. "Saya pasrah," ucapnya.
PT MRT Jakarta membantah tuduhan Dheeraj. Memang PT MRT Jakarta dan Obayashi sempat menggunakan lahan Dheeraj, tapi diakui hanya berlangsung sebulan. "Ketika biaya pengganti ditolak (Dheeraj), kami langsung kembalikan lahannya seperti semula," ujar Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Sylvia Halim ketika dihubungi Tempo.