TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus dugaan mark-up tarif listrik dan air oleh pengelola dan pengembang Rumah Susun dan Apartemen Kalibata City pada Rabu, 22 November 2017.
Dalam sidang ini pihak penggugat yang terdiri dari 13 penghuni menghadirkan seorang saksi fakta. Saksi tersebut adalah Bambang Setyawan, warga sekaligus bekas pemilik salah satu unit di Rusun Kalibata City. Dalam kesaksiannya, Bambang mengatakan dirinya menjadi korban dugaan mark-up tagihan listrik oleh pihak badan pengelola Rusun dan Apartemen Kalibata City.
Menurut Bambang, tarif yang ditetapkan oleh Perusahaan Listrik Negara seharusnya senilai Rp 1.352 setiap kilowatt per jam (kWh), tetapi badan pengelola menagih senilai Rp 1.558 per kWh. "Ada mark-up tagihan listrik oleh yang menagih, yakni badan pengelola," kata Bambang kepada Hakim Ketua Ferry Agustina.
Untuk tagihan air, menurut Bambang, penghuni seharusnya dikenakan tarif progresif. Namun, dia dan penghuni lainnya justru dikenakan tarif maksimal. "Tarif air yang tidak progresif melanggar ketentuan di Peraturan Gubernur nomor 11 Tahun 2007," ucap Bambang.
Sebanyak 13 penghuni Apartemen Kalibata City menggugat tiga pihak, yakni PT Pradani Sukses Abadi selaku pengembang, PT Prima Buana Internusa selaku pengelola, serta Badan Pengelola Kalibata City atas dugaan mark-up tagihan listrik dan air. Hingga kini, sidang perdata itu masih berjalan dan dalam tahap pemeriksaan saksi penggugat.
Herjanto Widjaja Lombardi selaku kuasa hukum dari PT Pradani Sukses Abadi membantah adanya mark-up tarif listrik dan air terhadap penghuni. "Itu tidak benar," kata Herjanto. Menurutnya, selama ini pengelola telah menagih penghuni dengan tarif listrik dan air sesuai ketetapan PLN dan PT PAM Lyonnaise Jaya.
Menurut dia, auditor mengatakan pihak pengelola Kalibata City menderita kerugian akibat kekurangan biaya listrik dari para penghuni. "Jadinya PT PBI malah tekor," kata Herjanto.
Adapun untuk tarif air yang dipatok tidak progresif, Herjanto menyebutkan hal tersebut disebabkan oleh jenis hunian yang merupakan rumah susun atau apartemen. "Kalau untuk rumah tapak memang berlaku tarif progresif, tapi kalau kawasan terbatas seperti rumah susun, itu tidak berlaku," ucap Herjanto.
Herjanto menyatakan, PT PALYJA baru bisa menyalurkan air untuk setiap unit rumah susun jika jumlah air memenuhi kuota tertentu. "Jadi ditampung dulu sekian kubik, baru ditekan (disalurkan ke setiap unit)."
Sidang kasus di Apartemen Kalibata City ini akan dilanjutkan pada Rabu, 29 November 2017. Pada sidang itu, pihak penggugat bakal menghadirkan dua saksi ahli.