TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah Kota Bekasi meluncurkan angkutan massal berupa Transpatriot, hari ini. Bus itu baru bisa dioperasikan paling lambat pada Februari 2018, karena pengoperasiannya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"BUMD sedang dibentuk, mudah-mudahan akhir Desember selesai," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Yayan Yuliana, Senin, 18 Desember 2017. Sejauh ini, kata Yayan, pemerintah baru sebatas melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa sudah ada angkutan massal yang mirip dengan Transjakarta di DKI Jakarta.
Yayan mengatakan Transpatriot bagian dari peremajaan dan pembatasan angkutan umum di Kota Bekasi. Alasannya, jumlah angkot Koasi (Koperasi Angkutan Bekasi) yang beroperasi dengan 100 trayek dianggap sudah overload. Catatan Dewan Transportasi Kota Bekasi, jumlah angkot hampir mencapai 10 ribu unit, overload hingga 50 persen. "Kami sedang berupaya menginstal ulang sistem transportasi di Kota Bekasi," kata Yayan.
Menurut Yayan, peluncuran Transpatriot bagian dari awal penataan ulang trasnportasi darat di Kota Bekasi. Hanya saja, dari lima trayek yang disiapkan, baru satu yang diujicoba, yaitu Terminal Bekasi-Harapan Indah dengan jumlah armada Transpatriot sebanyak sembilan unit. Selebihnya, Terminal Bekasi-Pondok Gede, Terminal Bekasi-Sumber Artha, Terminal Bekasi-Wisma Asri, Terminal Bekasi-Bantargebang, akan dilakukan secara bertahap.
"Pengembangan juga butuh dana tidak sedikit," kata Yayan. Menurut Yayan, untuk membeli sembilan unit bus, pemerintah harus merogoh kocek hingga Rp 11 miliar. Karena itu, penambahan armada untuk trayek lainnya dilakukan secara bertahap, dengan mengukur kemampuan anggaran daerah.
Baca Juga:
Kepala Bidang Pengembangan Perhubungan Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Muhammad Solikhin, mengatakan pemerintah akan memberikan subsidi untuk tarif Transpatriot jika sudah beroperasi. Sebab, jika tidak ingin rugi, tarif angkutan massal tersebut sebesar Rp 7.000. "Kami berikan subdisi 50 persen, jadi penumpang cukup bayar Rp 3.500," kata Solikhin.
Solikhin menuturkan, sistem pembayaran tarif untuk Transpatriot menggunakan transaksi elektronik. Tapi, lantaran peralatan di halte-halte belum tersedia, maka transaksi dilakukan menggunakan alat portabel yang dibawa petugas di dalam bus. "Jika penumpang tidak punya uang elektronik, maka diminta mengganti secara tunai," kata Solikhin.
Ke depan, Solikhin menambahkan, jika antusiasme masyarakat cukup tinggi dengan Transpatriot, bukan tidak mungkin pemerintah membangung halte seperti Transjakarta di DKI Jakarta yang dilengkapi dengan alat transaksi otomatis menggunakan uang elektronik. "Untuk saat ini belum, karena butuh biaya besar," kata Solikhin.
Ketua Dewan Transportasi Kota Bekasi, Harun Alrasyid, mengatakan sesuai dengan kajian, dibutuhkan tujuh trayek bus rapit transit (BRT) untuk mendukung mobilitas warga Kota Bekasi di dalam kota. "Semua trayek terintegrasi dengan angkutan massal seperti LRT dan kereta commuter," kata Harun.
Trayek dengan koridor skala jalan besar menuju pusat kota antara lain dari Pondok Gede, Harapan Indah, Bekasi Utara, Bekasi Barat Sumber Artha, Jatisampurna, Jatiasih, dan Bekasi Timur. "Pergerakan orang dari setiap wilayah menuju ke pusat kota mencapai 500-2000 orang sehari," ujar Harun.
Harun mengatakan, angkutan massal yang diimplementasikan berupa Transpatriot bukan berarti menggantikan angkutan umum yang ada di Kota Bekasi saat ini. Angkutan skala kecil itu tetap dibutuhkan sebagai pengumpan di wilayah. "Bagi yang tergantikan, maka personil bisa direkrut menjadi sopir di Transpatriot," ujar Harun.