TEMPO.CO, Jakarta - "Bang, bagi angpaonya, dong Bang jangan foto-foto aja," kata Yanti saat dihampiri Tempo di Vihara Dharma Bakti, Jakarta Barat, di tengah pengemis lainnya, dalam perayaan Imlek 2018 pada Jumat, 16 Februari 2018.
Wanita 45 tahun itu berjibaku bersama ratusan pengemis lainnya berkumpul di sana sejak tadi malam. Tujuannya jelas, mendapatkan angpau atau amplop merah berisi uang dari tangan-tangan pengunjung vihara.
"Harapannya pulang dari sini dapat Rp 500 ribu," ujarnya memasang target.
Sejak tadi malam, Yanti menjelaskan, baru mengumpulkan Rp 30 ribu. Para pengunjung kebanyakan memberikan dia uang receh Rp 2 ribu hingga Rp 10 ribu. Yanti pun sudah pasang kuda-kuda mengemis di depan vihara hingga malam nanti.
Baca: Ini Menu Spesial Pesanan Ahok di Perayaan Imlek 2018
Sehari-hari, Yanti bekerja sebagai buruh cuci. Dia datang ke vihara di Jalan Kemenangan III, Petak Sembilan, Tamansari, itu bersama kedua anak perempuannya yang masih duduk di sekolah dasar. Sedangkan suaminya sedang mengais rezeki sebagai sopir bajaj.
Yanti sudah jadi pengemis musiman di Vihara Dharma Baktisetiap perayaan Imlek atau Tahun Baru Cina. "Lumayan menambah pemasukan."
Diperkirakan sekitar 800 pengemis yang datang pada perayaan imlek kali ini. Menurut Ketua Yayasan Vihara Dharma Bakti Tan Adi Pranata, tradisi orang mengemis di depan wihara sudah ada sejak puluhan tahun lalu.
Tan Adi Pranata telah berkoordinasi dengan petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) agar para pengemis tertib dan tidak menimbulkan keributan. "Yang namanya mencari rezeki kami persilakan, asalkan tidak mengganggu ketertiban orang yang mau beribadah."
Berbeda dari biasanya, hari Imlek pagi ini cukup terik dan tidak turun hujan. Para pengemis sudah sedia payung sebelum hujan, terutama mereka yang membawa anak. Imlek memang identik dengan hujan.
Lihat pula: Libur Imlek 2018, Ini Skenario Jasa Marga Atasi Kemacetan di Tol
Pengemis musiman lainnya bernama Santi (36). Dia duduk di tanah basah bekas hujan semalam. Ia memayungi dan menggendong anak laki-lakinya yang masih berusia dua tahun. Santi dan suaminya datang dari Kuningan, Jawa Barat , memboyong lima anak yang masih kecil-kecil.
Kepada Tempo, Santi menunjukkan amplop merah yang ia dapatkan dari para dermawan sejak pagi. Isi amplop tidak banyak, hanya Rp 5 ribu. Namun, bisa sampai ratusan ribu rupiah jika dikumpulkan.
Para pengemis yang perempuan kebanyakan bekerja sebagai buruh cuci. Sedangkan yang laki-laki adalah pemulung atau tukang sampah.
Berbeda dengan Sakiroh. Wanita berusia 40 tahun tersebut pengupas kerang hijau di Muara Angke jika tak menjadi pengemis pada saat Imlek. Dari Muara Angke, dia bisa membawa pulang uang Rp 30 ribu tiap hari. Lantaran sekarang ombak di laut utara Jakarta sedang besar-besarnya, pendapatan Sakiroh menurun.
"Ini buat makan dan ongkos pulang," kata Sakiroh sambil melirik uang hasil mengemis.
Para petugas Linmas dari kelurahan setempat yang berseragam hijau beberapa kali meniupkan pluit dan berteriak memperingatkan para pengemis untuk berbaris rapi. Terkadang petugas kewalahan melihat mereka berebut nasi bungkus atau minuman.
Di depan vihara terlihat baskom berisikan uang dengan pecahan beragam dari Rp 2 ribu hingga Rp 100 ribu. Baskom tersebut disediakan pengelola untuk wadah sedekah dari pengunjung agar tidak perlu repot menghampiri pengemis.
Pengunjung vihara, Michael Ta (40), menaruh uang Rp 100 ribu di baskom tersebut. Ia mengatakan dirinya senang membantu orang yang tidak mampu di perayaan Imlek 2018. Dia yakin, berbuat amal kebaikan akan emnuai kebaikan pula.
"Apa yang kita tanam itu apa yang kita tuai," ucap Michael.
Tan Adi Pranata memperbolehkan para pengemis meminta-minta di depan vihara untuk menghindari kecemburuan sosial. Pada hari biasa pengemis kerap hadir di Vihara Dharma Bakti namun jumlahnya tak sebanyak jika Imlek.
"Agar ada (Imlek) romantismenya," kata Tan Adi Pranata di tengah kesibukan perayaan Imlek 2018.