TEMPO.CO, Jakarta - Penyanyi Dhani Ahmad Prasetyo alias Ahmad Dhani tidak ditahan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan meski berkas kasus ujaran kebenciannya telah lengkap alias P21. “Semua sudah jadi pertimbangan jaksa,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Raimel Jesaya, Senin, 12 Maret 2018.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai keputusan Kejaksaan tidak menahan Ahmad Dhani adalah hal yang wajar. "Kewenangan (untuk menahan) itu hak, bisa digunakan bisa enggak,” ujarnya.
Dalam catatan Tempo, hanya Ahmad Dhani dan Buni Yani yang tidak ditahan oleh kepolisian maupun kejaksaan selama proses pemeriksaan dan peradilan. Sedangkan para terdakwa ujaran kebencian yang lain seperti Jonru Ginting, Asma Dewi dan empat anggota kelompok Saracen langsung ditahan.
Baca: Ahmad Dhani Tidak Ditahan, Ini Tanggapan Pakar Hukum
Berikut sejumlah pelaku yang pernah maupun tengah menjalani proses hukum perkara ujaran kebencian.
-Buni Yani
Buni Yani adalah sosok pengubah video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Kepulauan Seribu, Jakarta. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menyatakan Buni Yani melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 23 November 2016. Proses hukum berjalan sampai satu tahun hingga Ia dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara pada 14 November 2017. Selama proses tersebut, Buni Yani sama sekali tidak ditahan. Amar putusan hakim juga tidak meminta jaksa menahannya karena adanya proses banding yang diajukan terpidana.
Baca: Ahmad Dhani Tidak Ditahan, Kejaksaan: Sudah Dijamin Kuasa Hukum
Polda Metro Jaya pernah menyampaikan alasan tidak menahan Buni Yani. “Pertama terkait alasan objektif, yang bersangkutan selama pemeriksaan kooperatif,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya saat itu, Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono.
-Jonru Ginting
Nasib Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru Ginting tidak seberuntung Buni Yani. Penggiat media sosial ini langsung ditahan Polda Metro Jaya setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 29 September 2017. Jonru Ginting menjadi tersangka kasus dugaan ujaran kebencian akibat postingan di sosial yang berbau SARA. Polisi menahan Jonru agar tidak ada upaya penghilangan barang bukti dan melarikan diri.
Hanya butuh waktu kurang dari enam bulan sampai 2 Maret 2018. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhi vonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta bagi Jonru. Ia dijerat dengan tiga pasal sekaligus yaitu Pasal 28 ayat 2 juncto 45a ayat 2 UU ITE, Pasal 4 huruf b angka 1 juncto Pasal 16 UU Diskriminasi Ras dan Etnis juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, dan Pasal 156 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1.
-Grup Saracen
Pada 23 Agustus 2017, tiga orang dari kelompok Saracen ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Saracen adalah sindikat penyedia jasa konten kebencian yang sempat mencuat pada akhir Agustus 2017. Tiga orang tersebut adalah Jasriadi, Muhammad Faizal Tanong, dan Sri Rahayu Ningsih. Belakangan polisi menangkap pelaku keempat yaitu Muhammad Abdullah Harsono.
Usai ditangkap, keempat pelaku langsung ditahan oleh kepolisian. 18 Desember 2017, Sri divonis 1 tahun kurungan. Ia dijerat dengan Pasal 45a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE. 11 Januari 2018, giliran Harsono yang divonis 2 tahun 8 bulan kurungan penjara. Ia divonis bersalah melanggar Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Sedangkan Jasriasi, sampai saat ini masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
-Asma Dewi
Tak hanya Jonru dan kelompok Saracen, Pasal 28 ayat 2 UU ITE juga menjerat Asma Dewi. Ia dituduh menyebar ujaran kebencian berbau SARA di sekitar pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. 8 September 2017, ia pun ditangkap dan dikurung sementara di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Sidang perdana terdakwa ujaran kebencian Asma Dewi digelar dua bulan kemudian, 30 November 2017. Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman 2 tahun penjara. Kamis depan, 15 Maret 2018, sidang lanjutan untuk Asma Dewi akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pembacaan vonis.