TEMPO.CO, Bogor -Meningkatnya jumlah bangunan dan vila liar Puncak di tiga kecamatan setiap tahun, bukan hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistem sehingga menjadi penyebab banjir di wilayah Jakarta.
Namun maraknya jumlah bangunan dan vila liar Puncak ini pun mengakibatkan potensi pajak dan retribusi yang masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kabupaten Bogor pun hilang.
“Meningkatnya jumlah vila yang dibangun di kawasan Puncak yang setiap tahunya semakin banyak bukan hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan, namun juga berdampak terhadap potensi pajak dan retribusi yang menjadi pemasukan PAD di Kabupaten Bogor banyak yang hilang,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Iindonesia (PHRI) Kabupaten Bogor, Budi Sulistyo.
Baca : Bogor Akan Razia Lagi Ratusan Vila Liar Puncak, Sebab...
Budi mengatakan, banyaknya bangunan vila ilegal yang berdiri di lahan milik negara dan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kawasan puncak salah satu contoh potensi PAD untuk Kabupaten Bogor yang hilang, karena semua bangunan vila-vila ilegal itu diduga tidak membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB).
“Bangunan vila ilegal yang semakin marak ini pun bukan hanya ponsi dari pajak PBB yang hilang akan tetapi biaya retribusi yang akan dibebankan pada masyarakat yang melakukan pengurusan IMB pun hilang, karena pemilik tidak membuat IMB,” tutur Budi.
Potensi pendapatan pajak yang sangat besar hilang yang merugikan Pemerintah Daerah karena tidak masuk dalam PAD Kabupaten Bogor yakni, hilangnya pajak hotel, dan pariwisata di Kabupaten Bogor, karena hingga saat ini biaya sewa vila yang dikeluarkan oleh masyarakat yang ingin menginap di kawasan puncak tidak masuk dalam pajak. Tidak seperti pengunjung yang menyewa kamar di hotel Puncak untuk bermalam setiap tamu akan dikenakan pajak hotel.
“Setiap masyarakat yang ingin menghinap dan menyewa kamar untuk menginap di hotel semuanya akan dikenakan pajak hotel dan biaya pajak ini menjadi PAD Kabupaten Bogor, sementara vila-vila yang disewakan kepada masyarakat tidak terkena pajak, “ kata Budi lagi.
Kerugian yang sangat besar dialami oleh ratusan pengelola hotel di kawasan Puncak saat ini akibat dari maraknya vila-vila baru yang dibangun di kawasan puncak yakni mengakibatkan tingkat kunjungan dan hunian hotel di kawasan Puncak merosot. “Tahun 2018 ini, okupansi atau tingkat hunian hotel-hotel Puncak hanya tinggal 40 persen, padahal terget sebelumnya pada kisaran 60 hingga 65 persen,” demikian Budi.
Padahal ungkap dia, kontribusi pajak hotel, pariwisata dan hiburan untuk PAD di Kabupaten Bogor menjadi salah satu primadona dan berada di urutan ketiga penyumbang terbesar di Kabupaten Bogor.
Terlebih lagi Pemkab Bogor berencana menaikkan pajak hiburan dan restoran sebesar 50% hingga 75 persen sehingga pajak hiburan menjadi salah satu sektor pajak yang untuk menggenjot PAD dengan terget pajak restoran awalnya sebesar Rp 72,1 miliar atau 75,48% menjadi sebesar Rp 95,5 miliar.
“Jika pemerintah memasukkan ribuan vila yang ada di kabupten Bogor menjadi target objek pajak untuk PAD, mungkin akan memberikan kontribusi dan pemasukan yang sangat besar untuk Kabupaten Bogor. Akan tetapi hingga saat ini potensi ini tidak ada atau hilang,” Budi menambahkan terkait potensi hasil dari maraknya vila liar Puncak.