TEMPO.CO, Jakarta - Warga Pulau Pari memasang bendera Merah Putih setengah tiang sejak Senin, 21 Mei 2018. Bendera setengah tiang itu merupakan bentuk keprihatinan atas ketidakadilan yang mereka alami.
"Warga pulau melakukan aksi dengan memasang bendera setengah tiang," ujar Buyung saat dihubungi Tempo pada Selasa, 22 Mei 2018. "Bukti bahwa warga Pulau Pari belum merdeka di negaranya sendiri."
Sudah lewat 30 hari sejak Ombudsman merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) yang berisi temuan maladministrasi dalam perkara sengketa lahan di Pulau Pari. Namun, hingga saat ini, PT Bumipari Asri dan PT Bumi Griyanusa yang mengklaim kepemilikan lahan di pulau itu belum juga menunjukkan iktikad baik untuk memenuhi rekomendasi Ombudsman.
Baca: Koalisi Selamatkan Pulau Pari Protes Undangan Bupati Kepulauan Seribu
Tindak kriminalisasi terhadap warga Pulau Pari pun masih berlanjut.
"Masih tetap belum ada perubahan. Warga masih ada yang disomasi," tutur Edy Mulyono, ketua RT di Pulau Pari, saat dihubungi Tempo pada Selasa, 22 Mei 2018.
Pada 9 April 2018, Ombudsman mengumumkan LAHP dengan temuan maladministrasi dalam perkara sengketa lahan di Pulau Pari. Maladministrasi tersebut berupa penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, dan pengabaian kewajiban hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dalam penerbitan 62 sertifikat hak milik (SHM) atas nama perorangan serta 14 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT Bumipari Asri dan PT Bumi Griyanusa.
SALSABILA PUTRI PERTIWI | TD