TEMPO.CO, Jakarta – Kemarau panjang membuat sumur di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur, kering kerontang. Rumput yang tumbuh di permakaman itu banyak yang kering dan mati.
Untuk menyiasati kekeringan itu, pekerja pemelihara makam terpaksa menggunakan air selokan agar rumput tetap hijau. "Ya abis gimana, air di sini kering,” kata Bimo, pemelihara makam, Kamis, 9 Agustus 2018.
Bimo mengambil air dari selokan di area permakaman. Ia menampung air got itu dengan ember besar bekas cat. Setelah terkumpul dua ember, air bewarna hitam itu dibawa menggunakan sepeda motor.
Menurut Bimo, dia dipercaya untuk mengurus sejumlah makam di tempat itu. Sebagai imbalannya, dia mendapat upah antara Rp 50-100 ribu dari ahli waris datang berziarah. Uang itu sebagai tanda terima kasih karena telah merawat makam keluarganya.
Saat musim kemarau seperti sekarang ini, kata Bimo, pekerjaannya menjadi berat. Sebab dia harus rajin menyiram makam agar rumput tetap tumbuh. Sementara mendapatkan air sudah susah. Ia terpaksa memompa air dari kali untuk dialirkan ke selokan. Air itulah yang kemudian diangkut menggunakan ember dan digunakan untuk menyiram makam.
Marton, rekan Biwo, juga menggunakan air got untuk menyiram rumput makam. Namun dia menilai, meski tidak jernih, air yang digunakan masih layak untuk tanaman. Sebab air itu berasal dari kali, bukan limbah pembuangan. "Airnya bersih, jadi itu bukan air comberan," ujar Marton.
Tidak semua pekerja makam menggunakan air got. Samis misalnya. Pria yang sudah lima tahun menjadi penjaga makam ini menggunakan air tanah yang bersih dan jernih. "Ada ahli waris yang membuat sumur bor,” katanya. “Airnya saya pakai untuk menyiram tanaman."
Kepala Satuan Pelaksana TPU Pondok Ranggon Marton Sinaga membenarkan ada ahli waris yang membuat sumur bor dekat makam keluarganya. Pembuatan sumur ini tidak dilarang selama masih memenuhi aturan dan didasarkan pada kemauan ahli waris. Saat kemarau tiba, keberadaan sumur tersebut memang sangat dibutuhkan.