TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta terus mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk segera memutus kontrak kerja sama dengan operator swasta. Terakhir mereka melampirkan enam alasan pentingnya langkah itu sembari meyakinkan bahwa pemutusan kontrak bukan barang baru di Indonesia dan dunia.
Baca berita sebelumnya:
Contoh Surabaya, Ini 6 Alasan untuk Anies Tolak Swastanisasi Air
Bukan hanya masyarakat Jakarta, Pemerintah DKI dan pusat pun disebut akan menikmati pemutusan kontrak itu. Adapun caranya juga dibeberkan beserta sejumlah argumennya.
"Banyak alasan, kewenangan, dan lain-lain yang dimiliki oleh Pemprov DKI untuk menghentikan swastanisasi air, jika punya political will (kemauan politik) yang baik," kata Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur di kantornya, Ahad 10 Februari 2019. YLBHI menjadi bagian dari koalisi.
Baca berita sebelumnya:
Desakan Stop Swastanisasi Air, Kemauan Anies Dipertanyakan
Delapan alasan itu berbenturan dengan lima pendapat hukum yang pernah diminta Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum bentukan Anies. Isinya, Anies tidak bisa melakukannya dengan langsung memutus kontrak kerja sama PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra.
Lima pendapat hukum di antaranya berbunyi, putusan MA tidak membatalkan kontrak kerja sama. “Jadi bagaimana caranya mengambil alih dengan mempertimbangkan PKS (perjanjian kerja sama) yang masih ada?” kata anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, Tatak Ujiyati, melontar tanya dalam Koran Tempo, Rabu 23 Januari 2019.
Baca:
Lima Pendapat Hukum untuk Anies Soal Swastanisasi Air Adalah ...
Termasuk yang dimintai pendapat hukum adalah jaksa pengacara negara (JPN). Pada 23 Januari 2018, jaksa menyatakan perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dan Palyja serta Aetra tidak secara tegas dinyatakan batal oleh Mahkamah Agung.