TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Antimafia Bola tak menahan Pelaksana Tugas Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Joko Driyono meski saat ini Joko telah berstatus tersangka perusakan barang bukti. Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan pertimbangan ditahan atau tidaknya Jokdri, sapaan Joko Driyono, berada di tangan penyidik.
Selain itu, Argo menyebut ancaman hukuman Jokdri tak lebih dari 5 tahun penjara. "Pengrusakan barang bukti itu 2 tahun ancamannya," kata Argo saat dikonfirmasi Tempo pada Jumat, 1 Maret 2019.
Baca: Ini Kata Satgas Antimafia Sepak Bola Mulai Cegah Pengaturan Skor
Menurut Argo selama penyelidikan, Jokdri juga dinilai kooperatif. Hingga saat ini, Jokdri telah tiga kali menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo sebelumnya menyatakan Joko Driyono telah mengakui perbuatannya dalam kasus mencuri, merusak, dan menghilangkan barang bukti terkait kasus kecurangan pengaturan skor pertandingan sepak bola di Indonesia.
Joko Driyono diketahui memerintahkan tiga anak buahnya untuk mencuri dan merusak barang bukti di kantor Komisi Disiplin PSSI pada 14 Februari 2019. Penyidik sudah memeriksa Joko pada Senin, 18 Februari 2019 dan Kamis, 21 Februari 2019. Kedua pemeriksaan masing-masing berlangsung sekitar 21 jam.
Baca: Polisi Jelaskan Uang Rp 300 Juta di Apartemen Joko Driyono
Ia kemudian kembali diperiksa pada 27 Februari 2019. Namun hanya berlangsung selama 4 jam lantaran terpotong. Pemeriksaan Jokdri akan kembali diagendakan oleh polisi pada pekan depan.
Polisi menggunakan sejumlah pasal yang dapat disangkakan kepada Joko Driyono. Di antaranya Pasal 363 Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pencurian dan pemberatan. Plt Ketua Umum PSSI ini juga akan dijerat Pasal 232 KUHP tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan. Selanjutnya, Pasal 233 KUHP tentang perusakan barang bukti. Lantas, Pasal 235 KUHP tentang perintah palsu untuk melakukan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 232 KUHP dan 233 KUHP.