TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta Santoso mengaku ada mispersepsi soal nilai tarif MRT sehingga memutuskan merevisi kembali keputusan yang pernah dibuat. Ia berdalih dirinya dan anggota Komisi C berpikir bahwa usulan tarif dari pemerintah DKI adalah nilai flat atau tetap sepanjang 15,7 kilometer rute MRT.
Baca: Anies dan Prasetio Sepakati Tarif MRT Rp 10 Ribu, Ini Rinciannya
Pemikiran itu disebutnya masih melekat di benak seluruh anggota dewan saat rapat pimpinan gabungan pada Senin, 25 Maret 2019. "Kami juga pikirnya tarif itu flat, jauh dekat Rp 10 ribu," kata Santoso saat ditemui Tempo di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa, 26 Maret 2019.
Santoso mengaku menyangka usulan tarif yang disampaikan pemerintah daerah saat rapat dengan Komisi C bersifat tetap. Pemda mengusulkan besaran tarif MRT rata-rata Rp 10 ribu per penumpang.
Padahal, maksud pemda bahwa tarif kereta bawah tanah itu bergantung pada jarak tempuh. Pemda telah membuat tabel perhitungan tarif. Isinya, yakni per penumpang harus membayar Rp 3.000 untuk satu kali masuk stasiun. Angkanya akan naik Rp 1.000 setiap kereta melewati satu stasiun.
Dengan begitu, tarif yang diberikan kepada penumpang tergantung titik keberangkatan dan tujuan penumpang. Jika berangkat dari Stasiun Lebak Bulus dan turun di satu stasiun berikutnya, yakni Stasiun Fatmawati, maka penumpang harus mengeluarkan Rp 4.000.
Baca:
Anies Curiga Tarif MRT Lebih Murah Karena Mau Pemilu
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengumumkan tarif MRT baru usai renegosiasi di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Selasa, 26 Maret 2019. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Menurut Santoso, pemda tak memperlihatkan tabel itu ketika dua kali rapat dengan Komisi C. Pemda hanya menyebutkan usulan tarif rata-rata Rp 10 ribu dan kebutuhan tarif keekonomian per penumpang Rp 31.659.