TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta Muhamad Taufik meminta rapat pimpinan gabungan (Rapimgab) penetapan tarif MRT digelar kembali. Alasannya, hasil rapat gabungan sebelumnya ternyata tidak digunakan karena ada kesepakatan antara Gubernur Anies Baswedan dan Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi ihwal tarif tersebut.
Baca: Anies Curiga Tarif MRT Lebih Murah Karena Mau Pemilu
"Rapimgab itu kan Rp 8.500. Sedangkan kesepakatan itu (Rp 10.000) hanya di Anies dan Pak Ketua," ujar Taufik di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Rabu, 27 Maret 2019.
Menurut Taufik, penetapan tarif itu harus mengikuti prosedur yang sudah disepakati. Salah satunya adalah melalui Rapimgab. Jika kesepakatan itu dibuat di luar Rapimgab, maka penetapan tarif itu telah menyalahi prosedur.
Dalam Rapimgab pada 25 Maret lalu diputuskan tarif MRT sebesar Rp 8.500 per 10 kilometer dan LRT Rp 5.000 berlaku flat. Penetapan itu diambil berdasarkan usulan tarif dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) serta kedua BUMD (MRT dan LRT Jakarta).
Namun belakangan, Anies Baswedan menggelar pertemuan tertutup dengan Prasetio Edi terkait tarif MRT. Dari pertemuan yang berlangsung sekitar 2 jam itu disepakati adanya perhitungan tarif yang tidak sama dengan hasil penetapan Rapimgab.
Anies mengatakan, dari hasil renegosiasi dengan Ketua DPRD disepakati tarif MRT adalah Rp 10.000 per 10 kilometer. Dengan besaran tarif ini, Anies memastikan besaran subsidi untuk MRT tak akan berubah, yakni tetap sebesar mensubsidi Rp 572 miliar dan Rp 327 miliar untuk LRT Jakarta pada tahun ini.
Baca:
Nego Alot Tarif MRT Anies dan DPRD DKI, Sempat Diusulkan Skema Diskon
Keputusan tarif MRT itulah yang kemudian dipermasalahkan oleh fraksi-fraksi di DPRD. Untuk itu Taufik meminta digelar Rapimgab sesegera mungkin. "Boleh saja ada kesepakatan, tapi kembalikan ke Rapimgab untuk pengesahannya supaya legal," kata Taufik.