TEMPO.CO, Jakarta - Nama Abah Grandong mendadak menjadi perbincangan setelah aksinya makan kucing hidup-hidup viral di media sosial. Dari hasil penyelidikan polisi, Abah adalah orang yang disewa seseorang untuk menjaga lahan sengketa di kawasan Kemayoran. Aksi makan kucing pun dilakukan untuk menakuti-nakuti orang yang mau masuk lahan.
Lahan yang dijaga Abah berada di sekitar Jalan Jiung. Lahan yang kini sudah dipagar beton itu merupakan bekas lahan kuliner. Salah satu kuliner yang terkenal di sana adalah warung Sop Duren 88 Kemayoran.
"Yang terkenal disini Sop Duren 88 Kemayoran, tapi sekarang sudah tidak boleh dagang lagi karena lahan masih sengketa. Lahan ini ada yang mengaku-ngaku miliknya, namanya Hamka," kata seorang pedagang aksesoris yang tidak mau disebut namanya kepada Tempo, Rabu, 31 Juli 2019. Ia berdagang di samping gerbang masuk lahan yang bersengketa.
Pria itu menuturkan bahwa tanah itu adalah milik Sekretariat Negara alias tanah milik negara yang merupakan eks bandara Kemayoran. Karena bersengketa, tanah tersebut dipagari beton setinggi dua meter oleh orang yang disebut Hamka. Kini, lahan itu tertutup rapat dan hanya ada satu akses pintu masuk yang diberi gerbang besi dan dijaga ketat.
"Sebelumnya lahan tersebut tidak dipagari beton, namun setelah bersengketa lahan tersebut ditembok habis. Ini ditemboknya seminggu sebelum puasa dengan alasan supaya orang-orang berhenti berjualan disana," kata pedagang itu.
Pria paruh baya kelahiran Tegal itu menceritakan pada tahun 1990-an, lahan tersebut diisi oleh rumah-rumah kecil yang dibangun secara liar oleh warga sekitar. Namun sekitar 1993, lahan tersebut digusur oleh pemerintah untuk dijadikan bandara Kemayoran. Sedangkan masyarakat yang sempat tinggal di lahan tersebut direlokasi ke rumah susun Apron, Dakota, Boing, dan Amper, Kemayoran.
Pedagang lainnya pun menceritakan hal serupa. Tak ingin menyebut namanya, pria pedagang siomay yang sudah berada di sana sejak 1974 mengatakan lahan tersebut memang bersengketa. Lahan itu diketahui milik pemerintah tapi kini ditempati warga.
Ia pun menyayangkan kondisi lahan saat ini yang dipagari beton. "Puasa kemarin masih ramai di sini jualan, tapi saya tidak tahu kapan persisnya di tembok jadi sepi begini. Dulu mobil-mobil bisa masuk dan ramai," kata dia sambil melayani para pembelinya.
Dari pantauan Tempo, lahan yang dijaga Abah Grandong dipagari beton setinggi dua meter. Dari luar, tampak dua orang pria sedang membongkar papan nama warung Sop Duren 88 Kemayoran. Tempo mencoba meminta izin melihat ke dalam lahan, namun dilarang oleh penjaga. "Maaf suasana masih memanas, tidak boleh ada yang masuk. Saya hanya menjalankan perintah," ujar seorang pria yang mengaku penjaga lahan.
Sementara itu, dari penuturan polisi, objek sengketa adalah bangunan berupa tembok yang mengitari lahan itu. "Nah, tembok itu lagi menjadi sengketa," kata Kepala Polsek Kemayoran Komisaris Syaiful Anwar.
Syaiful mengatakan, di sekitar tembok ada beberapa pedagang kali lima yang berjualan dan menduduki sebidang tanah. Menurut dia, tanah itu tercatat sebagai milik Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran atau PPKK, bukan milik orang yang memperkerjakan Abah. "Bapak itu dapat tugas dari pihak pendiri tembok, bahwa warung-warung ini harus tidak boleh berdagang lagi," kata dia.
Saat menjaga bangunan sengketa itu, Abah mendapati setidaknya tiga pedagang yang beroperasi. Pelaku kemudian meminta para pedagang itu untuk mematikan lampu warungnya dan tidak beroperasi lagi. Namun, ada satu pedagang yang menolak perintahnya. "Maka diambil kucing itu terus dimakan," kata Syaiful.
Kini, Abah Grandong berpotensi menjadi tersangka atas aksinya makan kucing. Hari ini, Abah dikabarkan akan menyerahkan diri ke polisi. Sebelumnya, polisi telah mencari pria pemakan kucing hidup itu hingga ke tempat tinggalnya di Rangkasbitung, Banten.