TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan Jakarta siap berfokus menjadi kota pusat perekonomian seumpama pemerintah telah memboyong ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Peran Jakarta sebagai sentra ekonomi ini dibahas dalam rapat kerja antar-menteri pada Jumat, 15 November 2019.
“Peran perekonomian di Jakarta itu akan terfasilitasi di dalam peraturan yang baru karena Jakarta akan ditempatkan sebagai pusat perekonomian,” ujar Anies di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu siang.
Meski telah dipastikan bahwa dalam beberapa tahun mendatang Jakarta bukan lagi menjadi pusat pemerintahan, Anies menyatakan sejumlah pekerjaan rumah yang menjadi tanggungan pemerintah provinsi dan pusat akan dikelarkan. Misalnya pembangunan moda raya terpadu atau MRT fase lanjutan.
Rapat untuk membahas pemindahan ibu kota dihadiri oleh sejumlah menteri. Menurut pantauan Tempo, rapat tersebut mendatangkan Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Anies mengakui rapat bersama ini tak berfokus membahas peran Jakarta setelah ibu kota pindah. Sebab, agenda utama persamuhan itu ialah untuk membentuk Badan Otorita Ibu Kota Negara. Karenanya, ia menyatakan tak terlampau banyak menyumbangkan suara maupun usulan untuk pembangunan Jakarta pada masa mendatang.
“Tidak ada usulan khusus. Kami hanya mengapresiasi bahwa pemerintah pusat itu terus akan melaksanakan rencana pembangunan yang sudah disepakati untuk di Jakarta,” ucapnya.
Pemerintah sebelumnya telah merancang masterplan pembangunan ibu kota baru yang berlokasi di Kutai Kertanegara dan Penajem Paser Utara, Kalimantan Timur. Masterplan ini ditargetkan kelar pada akhir tahun sehingga konstruksi dasar pembangunan ibu kota sudah dapat dilaksanakan pada akhir 2020 atau awal 2021.
Untuk merampungkan proyek pemindahan ibu kota, pemerintah memerlukan investasi senilai Rp 466 triliun. Anggaran itu berasal dari dua sumber. Di antaranya kerja sama antara pemerintah dan badan usaha atau KPBU serta APBN.
Adapun dalam mendanai pembangunan gedung pemerintahan di ibu kota baru, pemerintah dan swasta berencana menerapkan skema tukar guling. Swasta dalam hal ini bakal berperan sebagai pengelola aset gedung milik negara yang ada di Jakarta.
Artinya, gedung-gedung kementerian dan lembaga yang ada di Jakarta tidak akan dijual, namun dikerjasamakan. Duit pendapatan negara bukan pajak atau PNBP yang diperoleh dari skema itulah yang bakal dimanfaatkan untuk melancarkan pembangunan.