TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendorong kembali usulan peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok. YLKI berharap usulan tersebut kembali menjadi prioritas dalam pembahasan program pembentukan perda 2020.
Peneliti YLKI Eva Rosita mengatakan usulan Perda Kawasan Tanpa Rokok telah masuk program legislasi daerah sejak 2015, tapi belum sempat disahkan sampai sekarang. "Padahal 2015 sudah hampir selesai. Raperda sudah masuk dan tinggal disahkan," katanya dalam rapat dengar pendapat umum penyusunan program pembentukan perda 2020 di DPRD DKI, Rabu 20 November 2019.
Eva menyayangkannya karena pembahasan usulan Perda KTR di ibu kota sudah sangat panjang. Sedang berdasarkan data riset kesehatan dasar, angka perokok anak terus meroket. Pada 2013 jumlah perokok anak di Jakarta disebutkannya mencapai 7,3 persen dan melambung menjadi 9,1 persen pada 2018.
"Anak-anak harus dilindungi," ujarnya sambil menyatakan kalau perokok pasif juga harus dilindungi. "Perlu ada aturan khusus agar bisa ditegakkan Satpol PP," katanya.
Terkait pembatasan rokok, ia menuturkan kalau sejauh ini DKI hanya bersandar pada Perda Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pencemaran Udara. Perda tersebut dinilainya tak ditegakkan sehingga ancaman denda hingga Rp 50 juta untuk pelanggarnya tak berguna.
"Dendanya juga terlalu tinggi. Perlu dibuat aturan khusus agar pembatasan orang merokok bisa efektif," ucapnya.
Ilustrasi larangan merokok. Ulrich Baumgarten/Getty Images
Taufik Hidayat dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau mengatakan Jakarta memang sudah semestinya mempunyai Perda Kawaasn Tanpa Rokok. Berdasarkan hasil kunjungan komnas ke sebelas kelurahan di ibu kota, semua warga menyampaikannya aspirasi yang sama terkait dengan perlunya pembatasan ruang bagi para perokok.
"Kami mendengar aspirasi warga dan mmang banyak orang tua yang merokok, tapi mereka tidak mau anaknya merokok," ujarnya. "Mereka juga ingin ada pembatasan tempat merokok."
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD DKI, Dedi Supriadi, menjanjikan meluluskan usulan memprioritaskan kembali pembahasan Rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok. "Sebab saat itu memasuki tahun politik dan produktivitas program legislasi juga rendah saat itu," katanya memberi alasan.
Anggota Fraksi PKS itu menuturkan usulan perda itu bukan berarti pemerintah mau melarang orang untuk merokok. Pemerintah, kata dia, hanya diminta untuk membatasi ruang bagi mereka yang merokok. "Jadi bagi yang merokok tidak menghilangkan hak orang untuk menghirup udara sehat," ujarnya