TEMPO.CO, Jakarta - PT Mass Rapid Transit atau MRT Jakarta menyiapkan empat skenario menghadapi krisis selama pandemi Corona. Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar, menuturkan skenario dibuat agar perusahaan tetap bisa bertahan, khususnya dalam aspek ekonomi.
"Karena kami belum tahu pasti kapan Covid-19 ini akan mulai melandai dan selesai sehingga kami mengembangkan empat skenario untuk 2020," kata William saat pemaparan secara daring, Rabu, 29 April 2020.
MRT Jakarta membagi empat skenario dalam kategori moderat, berat, sangat berat, dan buruk. Di setiap skenario terdapat empat fase, yaitu periode sebelum pandemi Corona pada Januari-Februari, periode Corona, periode rebound, dan periode stabil.
Pertama, William menjelaskan, skenario moderat menjadi acuan MRT Jakarta saat ini. Skenario itu memprediksi pandemi hanya berlangsung tiga bulan, yaitu Maret-Mei 2020. Selanjutnya, MRT Jakarta memiliki waktu untuk mengembalikan jumlah penumpang seperti sedia kala atau disebut periode rebound selama empat bulan. Dengan begitu, periode stabil diperkirakan terjadi pada Oktober-Desember 2020.
Kedua, skenario berat dengan perkiraan pandemi Corona terjadi lima bulan di periode Maret-Juli. Masa rebound tetap empat bulan, sehingga kondisi stabil pada Desember. Skenario ketiga, yaitu sangat berat dengan prediksi pandemi berlangsung tujuh bulan dari Maret-September dan masa rebound pada Oktober-Desember. Kondisi stabil baru tercapai pada awal 2021.
Keempat adalah skenario buruk dengan prediksi wabah Corona berlangsung sembilan bulan pada Maret-November. William menyebut, skenario ini membuat periode rebound berlangsung sejak Desember 2020 hingga Maret 2021. Kondisi stabil diprediksikan tercapai pada Maret 2021.
Pendapatan BUMD DKI Jakarta ini ikut menurun sejak virus Corona mewabah di Indonesia, khususnya Jakarta. William mengatakan perusahaan juga mengantisipasi pemangkasan subsidi dari pemerintah DKI Jakarta. "Begitu krisis terjadi otomatis ada penurunan pendapatan baik pendapatan fare box maupun non-fare box, termasuk mungkin juga yang sudah kami antisipasi adalah pendapatan subsidi," jelasnya.
Dia mengutarakan pendapatan tiket MRT Jakarta terjun bebas sekitar 95 persen. Ini sejalan dengan menurunnya jumlah penumpang kereta Ratangga dari rata-rata 109 ribu orang per hari di awal Maret menjadi 4.000 orang per hari sepanjang April.
Begitu juga dengan pendapatan non-fare box yang bersumber dari iklan dan sewa lapak UMKM ikut merosot. William berujar telah memberikan relaksasi berupa pembebasan biaya sewa lapak selama tiga bulan kepada pemilik gerai UMKM di stasiun. Dia tak merinci angka penurunan pendapatan ini.
"Kami paham yang terdampak itu tenant UMKM. Kami berikan relaksasi tidak bayar sewa tiga bulan," ucap William.
LANI DIANA