TEMPO.CO, Jakarta -Sekjen KIARA Susan Herawati, Perpres Nomor 60 Tahun 2020 terkait Teluk Jakarta wajib untuk dikritik karena isinya melegalkan proyek reklamasi di Teluk Jakarta, khususnya Pulau C, D, G dan N.
Padahal proyek reklamasi ini jelas-jelas telah melanggar hukum, merusak keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan, serta menghancurkan penghidupan lebih dari 25 ribu nelayan di Teluk Jakarta dan di lebih dari 3.500 nelayan Kepulauan Seribu.
“Alih-alih memperlihatkan keberpihakannya kepada nelayan di Pesisir Jakarta, Kepulauan Seribu serta kelestarian sumber kelautan dan perikanan di Teluk Jakarta, Melalui Perpres ini Jokowi menunjukkan keberpihakannya kepada pengembang reklamasi yang akan menghancurkan masa depan Teluk Jakarta,” kata Susan.
Direktur WALHI Jakarta Barat Meiki Paendong menegaskan Perpres itu belum menunjukan semangat perlindungan lingkungan hidup dan ekologi yang utuh.
Kawasan perkotaan Jabodetabekjur masih dipandang sebagai kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan ekonomi, yang pada akhirnya lingkungan hiduplah yang harus mengikuti.
Meiki meminta agar Perpres itu ditinjau ulang dengan tentunya lebih mengedepankan penerapan prinsip kehati-hatian sejak dini (Precautionary Principle) dan azas semangat perlindungan lingkungan hidup. Bukan hanya semata-mata untuk kepentingan ekonomi kapital.
Senada dengan Meki, Direktur WALHI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan masyarakat tidak bisa berharap banyak dari Perpres itu, terutama dalam agenda pemulihan lingkungan hidup dan penyelamatan sumber-sumber kehidupan rakyat.
“Evaluasi pemerintah terhadap dirinya sendiri bahwa kejadian bencana ekologis selama ini tidak berarti apa-apa, karena aktivitas dari model pembangunan yang semakin berdampak pada kerentanan lingkungan hidup masih terus diizinkan berjalan,” ujar dia.
ANTARA