TEMPO.CO, Jakarta -Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP dan epidemiolog Gilbert Simanjuntak menyebut Pemprov DKI selama ini tidak mau terbuka dalam mengevaluasi dan mengungkap penyebab kegagalan PSBB transisi.
Dia pun menyebutkan sejumlah faktor yang dianggapnya menjadi penyebab gagalnya pelonggaran PSBB lalu.
“Karena itu harus saya sampaikan bahwa penyebab kegagalan PSBB transisi adalah a. Pengawasan yang lemah, b. Komunikasi dengan hampir semua lini yang buruk, dan c. Contact tracing tidak optimal,” ujar Gilbert dalam keterangannya kepada media pada Senin, 21 September 2020.
Baca juga : PSBB Diperketat, Kadin DKI Harap Ekonomi UMKM Tak Kembali ke Titik Nol
Mengutip data Tim Satgas Covid yang menyebut tingkat kepatuhan pada protokol kesehatan di DKI mencapai angka 70 persen, Gilbert menilai hal itu menunjukkan bahwa pengawasan pemerintah dan kepatuhan warga DKI masih jauh dari yang diharapkan. Ia pun mendorong Pemprov DKI untuk berlaku tegas dalam mendidik dan menghukum kelompok masyarakat yang tidak patuh.
Oleh karena itu, menurut Gilbert, Pemprov DKI seharusnya memperkuat pengawasan, khususnya pada saat pelonggaran atau PSBB transisi, agar ekonomi bisa berjalan tanpa mengesampingkan kepatuhan akan protokol kesehatan. Selain penguatan RT dan RW, dia juga mendorong agar pelibatan TNI-Polri dalam pengawasan tetap dipertahankan.
Selanjutnya, Gilbert mendesak Pemprov DKI untuk segera memperbaiki komunikasinya dengan semua pihak terkait, khususnya pemerintah pusat dan legislatif. Ia berujar, Pemprov sebaiknya fokus bekerja melawan Covid-19 daripada malah berkompetisi dengan pemerintah pusat, karena wabah Covid-19 mustahil ditangani sendiri tanpa bantuan banyak pihak.
Selain itu, Gilbert mengatakan bahwa pelaksanaan contact tracing atau penelurusan orang-orang berpotensi terpapar yang dilakukan Pemprov DKI juga masih belum optimal. Ia menilai penelusuran yang dilakukan terhadap 3 kontak untuk setiap 1 kasus, sebagaimana data bulan Mei lalu, masih jauh dari jumlah yang seharusnya, yaitu 30 orang untuk setiap 1 kasus.
Namun, Gilbert menambahkan, jika penelusuran dengan rasio 1:30 itu masih sulit dilakukan, setidaknya Pemprov bisa meningkatkannya menjadi 10 orang untuk setiap 1 kasus, dengan menyasar kalangan keluarga, tetangga, teman sekerja, dan sahabat dekat pasien.
“Kelemahannya adalah penularan Covid-19 di pasar, mal, angkutan dan lingkungan. Tetapi menelusuri orang-orang terdekat tadi (tracing 1:10) secara akal sehat sudah jauh lebih baik,” kata Mantan Wakil Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu.
ACHMAD HAMUDI ASSEGAF | DA