TEMPO.CO, Jakarta - Pemohon dan termohon praperadilan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menyerahkan berkas kesimpulan ke Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan pada Jumat, 2 Oktober 2020. Kesimpulan itu tidak dibacakan dalam persidangan.
"Sudah merampungkan semua agenda-agenda sidang, sudah mengajukan bukti dan saksi, dan hari ini sudah mengupas seluruhnya dan dituangkan dalam nota kesimpulan," ujar penasihat hukum Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka di PN Jakarta Selatan, Jumat, 2 Oktober 2020.
Gunawan berharap permohonan praperadilan atas penetapan tersangka suap terhadap kliennya dikabulkan hakim PN Jakarta Selatan. Dia mengaku sudah secara rinci membuktikan bahwa proses penyidikan terhadap kliennya cacat hukum.
Mengenai unsur materiil, Gunawan mengatakan Mabes Polri tidak memiliki cukup bukti. Padahal, bukti itu merupakan prasyarat penetapan tersangka. "Sampai dengan diajukannya kesimpulan, tidak mengajukan bukti yang jadi barang."
Napoleon Bonaparte mengajukan praperadilan karena ditetapkan sebagai tersangka suap atas penghapusan red notice Joko Tjandra. Penyidik Bareskrim Polri dinilai tidak memenuhi alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Tim Divisi Hukum Mabes Polri menyatakan bahwa Napoleon menerima suap sebesar Rp 7 miliar atas jasanya membantu Joko Tjandra. Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu diduga menerima suap secara bertahap pada melalui tersangka lain dalam kasus ini, yakni Tommy Sumardi.
Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa perkara ini menjadwalkan putusan praperadilan pada Selasa pekan depan, 6 Oktober 2020.