Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menyidik dugaan korupsi pengadaan tanah oleh Sarana Jaya di Munjul.
KPK menduga lahan itu berada di jalur hijau dan harganya bermasalah.
Gubernur DKI Anies Baswedan telah menonaktifkan Direktur Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan karena kasus dugaan korupsi itu. Sebab, Pelaksana tugas Kepala BP Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta Riyadi menyatakan, KPK telah menetapkan Yoory sebagai tersangka pada Jumat, 5 Maret 2021.
Berikut 6 fakta seputar kasus Sarana Jaya.
1. Dibongkar Karyawan namun Dikriminalisasi
Karyawan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya membongkar dugaan permainan dalam pembelian sejumlah bidang tanah oleh perusahaan milik pemerintah DKI. Namun, sejumlah karyawan itu dilaporkan balik.
Sumber Tempo di Pembangunan Sarana Jaya menceritakan bahwa awalnya Yoory tidak mengetahui pelaporan dugaan korupsi itu ke KPK. Tapi belakangan ia mengetahui perlawanan secara diam-diam sejumlah pegawai tersebut. "Sejumlah karyawan yang dianggap terlibat langsung diberi punishment, ujar sumber ini dikutip dari Koran Tempo. Sanksi yang diberikan berupa demosi alias penurunan jabatan.
Yoory juga diduga melaporkan sejumlah pegawai ke lembaga penegak hukum selain KPK, dengan tuduhan korupsi dalam proyek lain. Sumber Tempo menduga tujuan pelaporan itu untuk mengintimidasi pegawai yang membongkar perminan pembelian tanah oleh perusahaan.
2. KPK Menetapkan 4 Tersangka
Berdasarkan informasi, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Yoory Corneles Pinontoan (YC), Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA). Penyidik juga menetapkan PT. AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp100 miliar.
3. Untuk Program Rumah DP Nol Rupiah
Dugaan korupsi pengadaan tanah Dirut Sarana Jaya ini diungkap KPK yang tengah melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta.
Baca juga : Dirut Sarana Jaya Tersangka Korupsi, Ahok Cerita Gratifikasi Rp 9,6 Miliar Pembelian Lahan di Cengkareng
Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga digelembungkan (mark up), salah satunya adalah pembelian tanah seluas 41.921 m2 ada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, Tahun 2019.
4. Kasusnya Serupa dengan Pembelian Lahan Cengkareng
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengatakan terjadi kasus serupa seperti yang terjadi saat pengadaan lahan Pondok Ranggon.
Saat masih menjabat, kata Ahok, dalam pembelian lahan di Cengkareng Barat diduga terdapat praktik lancung dalam pengadaan lahan. Bahkan, Ahok hingga berkoodinasi dengan KPK karena penjual lahan memberikan uang Rp 9 miliar sebagai hadiah.
"Seingat saya Kadis Perumahan pernah lapor ke saya dan saya minta uangnya dilapor ke KPK. Uangnya ada Rp9,6 miliar. Gratifikasi," ujarnya. "Saya juga tidak tahu saat itu kenapa yang ngasih tidak diproses? Atau udah diproses? Perlu cek lagi."
5. Keterlibatan Orang yang Sama di Kasus Pembelian Lahan Cengkrareng
Dalam penggeledahan kasus tanah di Pondok Ranggon dan Munjul, tim penyidik KPK menemukan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan pembelian tanah di Cengkareng.
Dalam dokumen ini, ada nama Rudy Hartono Iskandar, pemilik showroom mobil mewah di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Rudy merupakan suami Anja Runtuwene, direktur di PT Adonara Propertindo yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tanah di Pondok Ranggon dan Munjul.
Rudy juga diketahui beberapa kali menjual tanah untuk proyek pemerintah DKI. Selain di Cengkareng Barat, ada juga lahan normalisasi Kali Ciliwung di Kelurahan Gedong, Jakarta Timur.
6. Akar Masalah
Akar masalah kasus korupsi pembelian lahan oleh pemerintah DKI di Munjul dan Pondok Ranggon ini mulai terkuak. PT Adonara Propertindo, perusahaan swasta yang menjual lahan seluas 4,2 hektare ke Sarana Jaya diduga tidak pernah menguasai bidang tanah tersebut.
Padahal, Sarana Jaya telah menggelontorkan pembayaran Rp 217 miliar ke PT Adonara. Dana itu berasal dari penyertaan modal daerah pemerintah DKI, yang hendak membangun hunian dengan uang muka nol rupiah di lokasi tersebut.
Pemilik lahan tersebut adalah Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus. Perkumpulan biarawati itu memang hendak menjual lahan dan disambar PT Adonara.
Kesepakatan keduanya tercapai pada April 2019 lewat perjanjian pengikatan jual-beli (PPJB). Namun, Kongregasi Suster membatalkannya setahun kemudian karena akta jual beli tak kunjung terlaksana hingga 275 hari setelah tenggat. Kisruh pun membelit Sarana Jaya.
FRISKI RIANA