TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi E dari Fraksi PKS yang membidangi Kesehatan, Muhammad Thamrin berpendapat penjenamaan Rumah Sakit di Jakarta, khususnya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat oleh Gubernur DKI Anies Baswedan tidak menabrak Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Menurutnya, langkah yang diambil Anies bukan menabrak UU yang sudah ada. “Justru ini ingin meluruskan pemahaman saja, agar kata sakit menjadi sehat itu dirasakan secara psikologis oleh masyarakat. Toh, namanya juga masih Rumah Sakit Umum Daerah,” kata Thamrin dalam keterangannya, Kamis, 4 Agustus 2022.
Bahkan ia berharap ke depannya DPR merevisi UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. “Syukur-syukur nanti di DPR RI ada revisi dalam undang-undang. Yang tidak boleh direvisi kan cuma kitab suci,” ujarnya.
Hal tersebut disampaikan kader PKS itu lantaran masih adanya penolakan dari sebagian politisi berkaitan dengan perubahan nama Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta. Dia mengatakan jika masih ada penolakan, seharusnya bisa dipahami pula bahwa Puskesmas merupakan kepanjangan dari Pusat Kesehatan Masyarakat.
“Kan enggak mungkin Puskesmas artinya Pusat Kesakitan Masyarakat. Maka dari itu, jika di level kecamatan dan kelurahan ada Puskesmas, maka di atasnya ada Rumah Sehat,” kata Thamrin.
Rumah Sakit Umum Daerah jadi Rumah Sehat untuk Jakarta
Selain Thamrin, Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Khoirudin menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengubah nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat Untuk Jakarta.
“Kami mendukung perubahan nama dari Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat karena memberikan aura positif dan sugesti pada penyembuhan dan kesehatan, agar yang sakit menjadi sehat,” kata Khoirudin.
Khoirudin yang juga Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai bahwa perubahan nama harus dibarengi dengan peningkatan kualitas rumah sakit atau rumah sehat supaya menjadi RSUD terbaik di Indonesia. Menurutnya, metode psikologi positif yang digunakan oleh Gubernur Anies Baswedan sejalan dengan visi pembangunan manusia yang dicanangkannya sejak terpilih.
Pembangunan manusia, kata Khoirudin, tidak hanya mencakup aspek fisik seperti infrastruktur, tetapi psikologi untuk meningkatkan well being masyarakat. Sebagai daerah paling heterogen di Indonesia, Jakarta menjadi role model bagi pembangunan manusia di Indonesia.
Perubahan nama tidak hanya memberikan efek positif bagi psikologis masyarakat, tetapi juga menjadi patokan bagi arah pembangunan DKI Jakarta yang lebih humanis dan berperikemanusiaan.
Baca juga: Rumah Sakit Jadi Rumah Sehat, Ketua DPRD Minta Anies Baswedan Stop Buat Kebijakan Ngawur