TEMPO.CO, Depok - Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kota Depok Ikravany Hilman menyebut kemajuan kota dapat dilihat dari konsistensi wali kotanya melakukan intervensi untuk membuat sebuah identitas kota. Kemajuan kota tidak hanya sebatas mengentaskan kemiskinan.
Politikus PDIP itu pun membandingkan kemajuan Kota Depok dengan kota dan kabupaten lain yang menurutnya telah maju karena intervensi dari wali kota atau bupatinya.
“Kita lihat misalnya Kabupaten Banyuwangi yang selama ini kita kenal sebagai kabupaten tempat santet dan pelet berhasil mengubah image menjadi kota wisata dan mendapat penghargaan internasional,” kata Ikravany kepada wartawan, Selasa 20 September 2022.
Dalam 8 tahun, Kabupaten Banyuwangi dapat meningkatkan pendapatan penduduknya yang tadinya Rp 1 jutaan per bulan per orang pada tahun 2010, kini menjadi Rp 3 juta hingga Rp 4 jutaan per bulan per orang.
“Pendapatan per kapitanya dari Rp 20,86 juta meningkat menjadi Rp 51 juta, wisatawannya melonjak hingga seribu persen,” kata Ikravany.
Anggota DPRD Kota Depok ini juga membandingkan Kota Depok dengan Surabaya, yang saat ini masif melakukan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di wilayahnya. Kebijakan itu berhasil menurunkan suhu di wilayahnya hingga 2 derajat Celsius.
“Ketika dunia sedang ribut mengurusi global warming, Surabaya berhasil menurnkan suhu 2 derajat,” kata Ikravany.
Kota lain yang dibandingkan dengan Kota Depok adalah Semarang. Ikravany mengatakan, kota yang dijuluki sebagai kota jamu tersebut telah mendapatkan penghargaan sebagai kota terbersih se-Asia Tenggara. Bahkan Universitas Indonesia GreenCityMetric 2022 memberikan penghargaan kepada kota tersebut sebagai kota berkelanjutan terbaik.
“Sementara di Depok yang mengusung tema Green and Smart City, kok malah nggak dapat penghargaan itu dari UI, Pak Idris mau ngomong apa soal ini, mau ngomong UI asbun?,” kata Ikravany.
Ikravany mengatakan, sejatinya Kota Depok memang belum memiliki kemajuan dalam perkembangan kotanya. Meski diakuinya, pembangunan terus berjalan, tapi pembangunan tersebut dianggap tidak memiliki tujuan yang jelas alias serampangan.
“Saya enggak bilang bahwa di Depok ini tidak ada pembangunan, ya ada lah pembangunan. Nah cuma kita enggak pernah tahu bahwa pembangunan Depok mau ke arah mana?" ujarnya.
Dia juga menyoroti perubahan nama julukan kota Depok yang berganti-ganti. "Kemarin cyber city, kemudian ganti smart city, berubah lagi jadi green and smart city, sebelumnya bahkan Kota Belimbing, jadi mau ke mana,” ujarnya. “Beginilah smart city dicanangkan oleh not smart people di belakangnya.”
Saling kritik dan sindir antara politikus PDIP dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Kota Depok ini berawal dari pernyataan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang menyindir PKS karena menolak kenaikan harga BBM. Hasto minta partai itu untuk fokus saja mengurus Kota Depok.
Alasannya, selama partai berwarna putih oranye itu berkuasa di Kota Depok hampir 17 tahun, tidak ada perkembangan yang signifikan di kota tersebut.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Baca juga: Balas Sindiran Hasto Kristiyanto, Wali Kota Depok Singgung Dana Pokir Rp 3 Miliar per Tahun