TEMPO.CO, Jakarta - Hotman Paris Hutapea menganggap surat dakwaan terhadap Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra seharusnya batal demi hukum. Dia menyatakan itu setelah pemeriksaan dua saksi ahli pidana pada hari Senin.
"Pertama, katanya pemusnahan dilakukan di Bukittinggi di hadapan para pejabat yang menandatangani berita acara pemusnahan. Tapi satu saksi pun pejabat tersebut tidak dipakai sebagai saksi," ujar Hotman di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin, 13 Maret 2023.
Alasan kedua adalah semua penyidik Polres Bukittinggi memberi keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak ada yang menyaksikan penukaran sabu dengan tawas. Mereka juga tidak ditanya spesifik soal peristiwa pidana yang diduga terjadi pada 14 Juni 2022.
Ketiga, tidak ada bukti digital forensik yang menunjukkan perintah tukar sabu dengan tawas. Selain itu, tidak lengkapnya lampiran bukti hasil pemeriksaan digital forensik oleh penyidik, maka dianggap barang bukti itu tidak sah.
"Keempat, harusnya yang didakwa itu Pasal 140, yaitu seorang penyidik yang menyalahgunakan barang bukti narkoba. Tapi yang didakwakan di sini 112 dan 114," kata Hotman.
Alasan kelima adalah bukti pesan WhatsApp dari Teddy hanya berupa penggalan-penggalan. Apalagi cara pengambilan bukti tangkapan layar dianggap tidak sesuai prosedur menurut ilmu digital forensik.
"Alasan terakhir adalah dari bukti hasil forensik tanggal 28 September 2022, Teddy Minahasa sudah perintahkan musnahkan dan tarik narkoba dan disetujui oleh kapolres (Dody Prawiranegara)," tutur Hotman Paris.
Dalam surat dakwaan Teddy Minahasa, tanggal tersebut penarikan diduga karena ada kesepakatan harga baru untuk satu kilogram sabu. Narkoba itu dititipkan kepada Linda Pujiastuti alias Anita alias Anita Cepu.
Saksi ahli yang dihadirkan oleh tim pengacara Hotman Paris adalah Elwi Danil dan Jamin Ginting. Kemudian ahli digital forensik bernama Ruby Zukri Alamsyah.
Pilihan Editor: Hotman Paris Ajak Pengacara Dody Prawiranegara Ikuti Strategi Pembelaan yang Dipakai Seniornya