"Alhamdulillah sekarang pengelolaan di bandara sudah efektif, tidak ada residu dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis," katanya sambil merinci antara lain penjualan 2 ton botol plastik per hari. "Belum lagi untuk sampah lainnya yang bisa dijual di wilayah Bekasi untuk dijadikan RDF (Refuse Derived Fuel) atau bahan bakar sampah," kata Arul menambahkan.
Ia menjelaskan, sampah plastik akan dikirim ke perusahaan pengolah untuk kemudian dicacah dan diekspor. Sementara sampah basah akan disiapkan untuk pengelolaan sampah organik untuk dijadikan pupuk kompos dan pembuatan magot. "Komposnya nanti bisa digunakan secara cuma-cuma buat petani di sekitar Bandara,” ujarnya.
Warga yang Menggantungkan Hidup dari Sampah
Saban hari ada sekitar 30 ton sampah baru yang menjadi produk sampingan dari kegiatan di Bandara Soekarno-Hatta. Seluruhnya bermuara di lapak SAI Hijau dengan bangunan semi-permanen itu.
Tampak pembagian beberapa sekat ruang di lokasi. Ada bagian tempat kantong-kantong sampah baru datang. Ada bagian pemilahan sampah. Ada pula ruang lain untuk mengemas hasil pemilahan.
Di salah satu titik, tumpukan sampah sudah dipilah berdasarkan jenisnya; gunungan botol plastik, kertas, dan sampah basah.
Sebanyak dua hingga lima orang bertugas memilah sampah botol. Tangan-tangan mereka cekatan melepas label dari botol plastik. Kia, perempuan usia lebih dari 70 tahun, adalah salah satunya. Ia adalah warga sekitar Bandara Soekarno-Hatta yang ikut mengelola sampah di lapak SAI Hijau.
Sudah sekitar 20 tahun ia ikut terlibat mengelola sampah. Bulan-bulan belakangan Kia melakukannya bersama SAI Hijau. Kecekatan memilah hingga merapikan gunungan botol plastik tak menggambarkan usianya. Justru menunjukkan, aktivitas itu telah bertahun ia lakoni.
“Di sini juga baru 2 bulan, tadinya mah udah ganti bos semua," kata Kia di tengah melanjutkan pekerjaan.
Aktivitas komunitas SAI Hijau di Kota Tangerang yang berhasil tembus hingga pasar ekspor. Dengan konsep zero waste to landfill, komunitas ini dipercaya mengelola dan mengolah sampah Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 30 ton per hari selama 3 tahun. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
Ia pun sadar betul, aktivitas di tengah gunungan sampah menempatkannya pada risiko kesehatan. Tapi Kia sedikit lega ketika tahu pekerjaannya saat ini memberinya jaminan kesehatan.
Baginya, kerja memilah sampah bukan sekadar perkara keberlanjutan lingkungan. Sampah menjadi sumber kehidupan untuk menafkahi keluarga. Dari mengelola sampah, Kia mampu menghidupi empat anaknya.
Ia rela duduk berjam-jam untuk menuntaskan bagiannya. Sesekali Kia tampak mengambil botol berisi air untuk melepas dahaga.
Dia yang mengaku malah sakit kalau diam saja itu mengatakan, "Lumayan terbantu dengan adanya ini. Saya ngempanin anak-cucu begini.”
Baca halaman berikutnya: ekonomi anggota komunitas terdongkrak