TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari, menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang melarang agar publik berteriak soal kecurangan dalam Pemilu 2024. Dia menilai pelarangan itu memicu permasalahan mengingat Jokowi membiarkan salah satu paslon mendeklarasikan kemenangan.
"Kami dilarang teriak-teriak curang, tetapi yang lain boleh teriak-teriak sudah menang, itu masalah bagi saya," kata Feri di Jakarta Selatan, Sabtu, 17 Februari 2024.
Feri menyoroti sikap pernyataan Jokowi sebagai sikap yang tidak berimbang dalam menempatkan diri dalam Pemilu 2024. Jokowi, jelas Feri, dinilai tak memahami hak warga negara untuk bersuara dan justru menganggap remeh kecurangan yang terjadi.
"Jadi bagi saya ucapan presiden itu tidak tau hak warga negara dalam perlindungan hak sipil mereka dalam pemilu sehingga kemudian mengeluarkan pernyataan yang kesannya menyederhanakan masalah," tuturnya.
Akademisi Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Unand itu menyampaikan bahwa kecurangan pemilu yang kini bergulir di publik pun berargumentasi kuat. Pada sejumlah temuan koalisi masyarakat sipil, sambung Feri, Jokowi diduga terlibat dalam kecurangan pemilu.
"Padahal kalau dilihat apa yang kami tampilkan dalam kecurangan pemilu, proses kecurangan terjadi luar biasa dan melibatkan presiden sebagai salah satu pelaku kecurangan," ucapnya.
Jokowi meminta masyarakat Indonesia untuk tidak hanya ribut soal dugaan kecurangan di Pemilu 2024. Menurut Jokowi, mereka yang tidak puas dengan proses Pemilu bisa melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Jokowi berujar agar mereka menggunakan aturan yang ada untuk mengawal proses penghitungan suara Pemilu. Hal tersebut dia sampaikan sehari setelah pencoblosan yang berlangsung Rabu, 14 Februari 2024. “Sudah diatur semua. Jadi, janganlah teriak-teriak curang, laporkan,” kata Jokowi di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat seperti dikutip Antara Kamis,15 Februari 2024.
Sehari sebelum pencoblosan, Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) melaporkan sutradara dan tiga pakar hukum tata negara yang menjadi pemeran dalam film dokumenter Dirty Vote hari ini. Laporan itu dilayangkan ke Mabes Polri dengan terlapor Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti beserta Dandhy Laksono selaku sutradara.
"Kami sedang usaha laporkan. Kemarin kami telah laporkan hanya saja kekurangan berkas. Hari ini kami melengkapi berkas," kata Ketua Umum Foksi, M. Natsir Sahib, dalam pesan tertulisnya kepada TEMPO, Selasa, 13 Februari 2024.
Natsir menilai film Dirty Vote yang membahas kecurangan Pemilu 2024 telah merugikan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang ikut berkontestasi. Dia menduga ada pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh keempat orang itu, terlebih film itu dirilis pada masa tenang menjelang hari pencoblosan.
"Di masa tenang memunculkan film tentang kecurangan Pemilu yang bertujuan membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres, itu bertentangan dengan UU Pemilu," ujarnya.
SAVERO ARISTIA WIENANTO | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: TPDI Akan Kembali Gugat Jokowi ke PTUN, Dianggap Tak Lagi Penuhi Syarat sebagai Presiden