TEMPO.CO, Jakarta - Divisi Hukum, HAM, dan Demokrasi Seknas FITRA, Siska Baringbing, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tetap berada dalam situasi dekaden. Saat ini, komisi antikorupsi ini dinilai terlampau lekat dengan politisasi lembaga daripada sebagai lembaga antirasuah.
Siska berkata terlalu banyak dramaturgi di internal KPK, terbaru soal pungutan liar atau pungli di rutan KPK oleh pegawai lembaga tersebut. "Kepercayaan publik yang mulai pulih setelah digantinya pimpinan KPK, rupanya tidak mengubah keadaan," katanya dalam keterangan resmi, Kamis, 29 Februari 2024.
Pernyataan tersebut disampaikan Siska merespons sanksi terhadap pelaku pungli di rutan KPK. Pasalnya, sebanyak 90 orang pegawai KPK diduga melakukan pungli. "Tentunya kita patut menduga dilakukan sangat sistematis, terorganisir dan kejahatan yang luar biasa karena dilakukan oleh pegawai yang bekerja di lembaga antirasuah dan dipercaya oleh publik mampu menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia," ujarnya.
Pungli di rutan KPK bukan lagi oknum tapi perbuatan lembaga
Dia mengatakan apabila ada 90 orang diduga melakukan pungli, maka publik dapat mengkategorikan perbuatan ini bukan lagi perbuatan oknum tapi perbuatan lembaga dan terkesan ada pembiaran.
Menurut dia, pungli merupakan salah satu tindak pidana korupsi yang masuk dalam perbuatan menyalahgunakan jabatan dan kewenangan yang diatur dalam UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindakan Korupsi.
Baca Juga:
Ihwal sanksi terhadap para pelaku pungli, kata dia, hukuman hanya meminta maaf justru memperparah distrust rakyat pada KPK. Putusan yang lemah ini sangat mengusik rasa keadilan publik.
Dia menuturkan terjadinya pungli yang diduga dilakukan oleh 90 orang pegawai rutan KPK, kemudian 12 orang diproses oleh Inspektorat yang 10 orang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka dan 78 orang telah diperiksa dan dijatuhkan sanksi dalam persidangan etik oleh Dewan Pengawas KPK pada Senin, 26 Februari 2024 di Gedung Juang merupakan tamparan keras bagi KPK.
Hukuman minta maaf mendagradasi KPK
"Namun sayangnya putusan sidang etik yang hanya memberikan sanksi hukuman disiplin berupa permintaan maaf dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan pungli lagi," katanya.
Menurut Siska, putusan ini jelas mematahkan harapan publik terhadap kepastian hukum dalam penegakan UU Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Putusan ini semakin mendegradasi kepercayaan publik terhadap KPK.
Dia mengatakan FITRA menilai putusan sidang etik berupa permintaan maaf tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Pungli merupakan perbuatan penyalahgunanaan jabatan dan wewenang yang seharusnya diberikan sanksi tegas dengan pemecatan sehingga para oknum yang bersangkutan tidak lagi diberikan mandat untuk duduk dalam jabatan yang telah disalahgunakan.
Menurut dia, pungli harus disikapi dengan serius dengan menindaklanjuti proses hukum. Sebagai contoh pemerintah telah membentuk Tim Cyber Pungli bahkan telah ada beberapa perkara yang dijatuhi putusan hukum atas perbuatan pungli. Bahkan baru-baru ini, kasus dugaan pungli yang dilakukan oleh salah satu komisioner Bawaslu Medan menjalani persidangan di PN Medan.
Siska berkata pegawai KPK tidak memiliki kekebalan hukum dalam melakukan pungli sehingga dapat terbebas dari ancaman pidana atas tindakan pungli yang dilakukan. Publik patut mempertanyakan kredibilitas KPK yang diyakini sebagai lembaga penyelamat uang negara dalam menangani dugaan tindak pidana korupsi di Indonesia
Berdasarkan kajian, maka Seknas FITRA menegaskan:
- Menuntut adanya kepastian hukum dan mengembalikan kepercayaan publik kepada KPK maka atas 78 orang pegawai KPK yang telah terbukti dalam sidang etik melakukan pungli dilanjutkan dengan proses penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi.
- Lakukan Proses penyidikan atas 10 orang pegawai KPK yang telah ditetapkan sebagai tersangka harus dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat dapat memantau proses. Integritas dan Akuntabilitas KPK dipertaruhkan dalam proses penanganan kasus ini.
- Pegawai KPK tidak memiliki imunitas terhadap perbuatan korupsi justru apabila terbukti harus diberikan sanksi yang lebih berat dan harus dipecat mengingat tugas dan mandat sebagai pemberantas pidana korupsi justru malahan menjadi pelaku tindakan korupsi.
- Pimpinan KPK harus melakukan reformasi internal KPK. Setelah sebelumnya KPK dijinakan oleh Firli harusnya saat ini KPK dapat lebih menguatkan atau membenahi kepercayaan publik.
- Perbuatan dugaan Pungli 90 orang pegawai KPK ini menjadi preseden buruk bagi penanganan korupsi di Indonesia.
Pilihan Editor: Begini Isi Permintaan Maaf 78 Pegawai KPK yang Lakukan Pungli di Rutan