Penggunaan gas air mata oleh polisi saat membubarkan massa aksi baru-baru ini bagai membuka luka yang masih segar. Barangkali masih terekam jelas di ingatan para penyintas Tragedi Kanjuruhan bagaimana ngerinya peristiwa itu. Ribuan orang berhimpitan mencari jalan keluar setelah aparat menembakkan gas air mata. Sebab himpitan dan kehabisan napas, ratusan di antaranya tewas.
Malapetaka itu terjadi pascapertandingan Liga 1 antara Persebaya vs Arema FC pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang. Insiden bermula ketika peluit panjang dibunyikan wasit dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Persebaya. Beberapa orang pendukung Arema FC kemudian masuk ke lapangan untuk memberi semangat kepada pemain tuan rumah.
Namun, aparat keamanan juga ikut merangsek ke para pendukung Arema itu. Cilakanya, mereka kemudian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Tribun yang disesaki pendukung tuan rumah pun berubah jadi neraka. Asap pekat yang membuat dada sesak dan mata perih itu membuat ribuan orang kocar-kacir menuju pintu keluar. Sebanyak 135 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat peristiwa ini.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Tragedi Kanjuruhan menyimpulkan gas air mata jadi penyebab utama kematian massal di insiden tersebut. “Kemudian yang mati dan cacat, serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan, itu penyebabnya,” kata Ketua Tim TGIPF Tragedi Kanjuruhan Mahfud MD dalam konferensi pers di Istana, Jumat, 14 Oktober 2022.
Awalnya ada 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yakni Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, Komandan Kompi Brimob Polda Jatim AKB Hasdarman, dan Kabag Operasional Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Sedangkan dari sipil: Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketupel Pertandingan Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Haris dan Hasdarmawan divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Suko divonis 1 tahun penjara. Akhmad bebas dari tahanan pada Desember, berkasnya tak kunjung lengkap. Dua tahun berselang, statusnya masih tak jelas. Bambang dan Wahyu sempat divonis bebas. Namun, Mahkamah Agung menganulir vonis tersebut dan menjatuhkan masing-masing 2 tahun dan 2,5 tahun penjara.
Selanjutnya: Gas Air Mata dalam Bentrok di Pulau Rempang