TEMPO.CO, Jakarta - General Manager PT Timah Tbk. Ahmad Samhadi mengungkap Brigadir Jenderal Mukti Juharsa menjadi admin grup WhatsApp 'New Smelter' dalam persidangan kasus korupsi timah pada Kamis, 22 Agustus 2024. Grup itu diduga dibuat untuk memudahkan PT Timah berkoordinasi dengan perusahaan smelter swasta yang terafiliasi.
Tempo menemui Mukti setelah acara konferensi pers pengungkapan kasus narkotika dan tindak pidana pencucian uang. Namun Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri itu, enggan menjawab soal fakta persidangan yang menyebut namanya.
"Nanti, nanti ya," katanya saat ditemui di Lapangan Bhayangkara Markas Besar Polri, Rabu, 18 September 2024. Mukti langsung meninggalkan area lapangan dan tidak ingin berkomentar.
Sejumlah kesaksian di sidang korupsi timah menyebutkan bahwa jenderal polisi bintang satu itu disebut menjadi admin grup saat masih berpangkat komisaris besar pada 2016. Waktu itu dia sedang menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung periode 2016-2019.
Mengutip dari pemberitaan Majalah Tempo berujudul 'Bagaimana Jenderal Mukti Juharsa Terlibat Korupsi Timah Bangka Belitung', Mukti mengundang sejumlah kontak pengusaha ke dalam grup tersebut. Dia juga mengundang para pengusaha untuk hadir dalam suatu pertemuan.
Baca laporan Majalah Tempo: Bagaimana Jenderal Mukti Juharsa Terlibat Korupsi Timah Bangka Belitung
Walau nama Mukti telah disebut dalam persidangan, Kejaksaan Agung belum memeriksa Mukti. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, beralasan belum ada perintah dari majelis hakim.
“Apakah bisa menghadirkan seseorang atau saksi di luar berkas perkara ke persidangan? Bisa, jika Hakim memerintahkan,” ujarnya ketika dihubungi, Sabtu, 14 September 2024.
Menurut dia tidak ada dasar pemanggilan Mukti Juharsa ke persidangan untuk bersaksi. Karena perwira tinggi Polri tersebut juga tidak diperiksa sebagai saksi.
Harli mengatakan erkara korupsi Timah sedang berproses di persidangan. Menentukan ada atau tidaknya keterlibatan seseorang dalam suatu peristiwa pidana, harus didasarkan pada adanya bukti permulaan yang cukup.
"Setidaknya dari dua alat bukti, jadi kami lihat dan tunggu saja bagaimana fakta-fakta persidangan, pertimbangan-pertimbangan hakim, serta kesimpulan hakim terkait perkara ini secara menyeluruh," tuturnya.
Defara Dhana Paramitha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kompolnas Terus Kumpulkan Bukti Soal Keterlibatan Brigjen Mukti Juharsa Dalam Kasus Korupsi Timah