Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cerita Mahasiswa Demonstran di DPRA Alami Intimidasi dan Penyiksaan di Polresta Banda Aceh

image-gnews
Polresta Banda Aceh saat melaksanakan konferensi pers terkait penangkapan mahasiswa yang melakukan aksi di DPR Aceh, di Banda Aceh, Jumat, 30 Agustus 2024: Foto: ANTARA/Rahmat Fajri
Polresta Banda Aceh saat melaksanakan konferensi pers terkait penangkapan mahasiswa yang melakukan aksi di DPR Aceh, di Banda Aceh, Jumat, 30 Agustus 2024: Foto: ANTARA/Rahmat Fajri
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Iryanto Lubis alias Jumar (24 tahun), mahasiswa Universitas Malikussaleh, ditetapkan sebagai tersangka setelah demonstrasi di Banda Aceh berujung pada kekerasan dan penangkapan. Kepada Tempo, Iryanto mengungkapkan bagaimana aksi yang awalnya damai berubah menjadi ricuh saat polisi turun tangan melakukan penanganan secara represif.

Iryanto menjelaskan bahwa demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada 29 Agustus 2024 itu membawa beberapa isu penting, termasuk penolakan revisi UU Pilkada, kenaikan upah di Aceh, konflik agraria, serta penolakan revisi UU TNI dan Polri. Mereka berorasi selama 30 hingga 40 menit di depan gedung DPRA, berharap untuk berdialog dengan personil polisi. Namun, niat tersebut tak terealisasi. "Kami ingin dialog terbuka, namun polisi menolak," ujarnya saat dihubungi Rabu malam, 11 September 2024. 

Ketegangan meningkat ketika salah satu demonstran membakar ban sebagai bentuk peringatan. Tak lama setelah itu, terjadi ledakan yang membuat massa panik. Meski ledakan itu tidak jelas asalnya, situasi akhirnya makin memanas. Polisi yang tadinya tampak hendak membuka negosiasi, justru menginstruksikan penangkapan.

Menurut Iryanto, polisi kemudian menangkap sekitar 16 demonstran, termasuk dirinya. "Kawan-kawan terkacir, ada yang ditendang di bagian perut," tuturnya. Mereka digiring ke teras DPRA, dipaksa jongkok, dan mengalami kekerasan fisik. Beberapa di antaranya bahkan dipukul hingga kepala mereka membentur dinding, meninggalkan bekas sepatu dan bercak darah di kepala salah satu demonstran.

R, salah satu demonstran yang terluka parah, dibawa ke rumah sakit, sementara sisanya digiring ke Polresta Banda Aceh. Di sana, mereka mengalami berbagai bentuk intimidasi dan kekerasan fisik. Iryanto sendiri mengalami kekerasan saat diinterogasi, termasuk dipukul, ditampar, dan dijambak saat ditanya soal spanduk yang mereka pasang.

"Ditanya kenapa tulis itu ‘Polisi Pembunuh’ ‘Polisi Biadab,’ Saya jawab, ini bentuk pengawalan kami terhadap institusi Polri, banyak peristiwa kriminal yang melibatkan polisi," katanya menceritakan interogasi yang berlangsung dengan penyidik. Jawaban itu tidak diterima dengan baik, dan kekerasan terus berlanjut.

Setelah malam pertama penahanan, Iryanto dan rekan-rekannya dipaksa menandatangani surat penolakan bantuan hukum. Padahal, sejak hari pertama penangkapan, pihak LBH Banda Aceh sudah menunggu di depan kantor Polresta. Namun, mereka dilarang masuk.

"Sabtu kami dibujuk, ditampar, dan dipaksa tanda tangan penolakan kuasa hukum," katanya. Meskipun ada intimidasi, beberapa demonstran dibebaskan, tapi ponsel mereka disita. Hingga kini, ponsel keenam para tersangka juga belum dikembalikan oleh pihak Polresta Banda Aceh.

Iryanto juga menyampaikan rencana mereka ke depan. Mereka hendak menggugat tindakan polisi melalui praperadilan dan menyurati Komnas HAM lagi untuk meminta penyelidikan pro justicia terhadap Kapolresta Banda Aceh. "Kami akan berusaha untuk menggugat melalui jalur hukum," katanya tegas. Dia menambahkan bahwa mereka juga ingin menggelar aksi damai yang tidak berujung pada kekerasan untuk menuntut hak-hak mereka. Sebab, menurut Iryanto dan teman-temannya, penangkapan, penyitaan barang bukti, dan penetapan tersangka tidak sah.

Bagi Iryanto, tindakan represif polisi terhadap demonstran menjadi bentuk penghalangan terhadap kebebasan berpendapat. Kritik yang mereka sampaikan seharusnya diarahkan pada institusi Polri, bukan pada individu polisi. Ia juga menekankan pentingnya agar pemerintah dan institusi penegak hukum tetap terbuka terhadap kritik, karena "kalau institusi pemerintah tidak bisa dikritik, itu berbahaya bagi demokrasi kita," tuturnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

6 Mahasiswa Jadi Tersangka Ujaran Kebencian terhadap Polisi

Enam mahasiswa yang mengikuti demonstrasi ditetapkan sebagai tersangka oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Banda Aceh atas tuduhan ujaran kebencian terhadap polisi. Menurut Kepala Operasional LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, Polresta Banda Aceh melakukan kriminalisasi dan menyalahgunakan kewenangan. Qodrat meminta agar enam mahasiswa itu dibebaskan dan penyidikannya dihentikan.

"Memerintahkan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banda Aceh untuk segera menghentikan penyidikan proses hukum terhadap enam orang mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian “Polisi Pembunuh” dan “Polisi Biadab”," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu, 4 September 2024.

Semua tersangka dijerat dengan Pasal 156 dan Pasal 157 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal itu justru dianggap sangat dipaksakan karena Pasal 156 fokus pada ujaran kebencian terhadap ras, etnis, dan agama. Kemudian Pasal 157 soal penyebarluasan kebencian terhadap satu golongan penduduk atau masyarakat. "Polisi bukanlah ras, etnis, apalagi agama. Kemudian, Polisi juga bukan golongan penduduk atau masyarakat," ucap Qodrat.

Dia menjelaskan, polisi juga bukan seseorang, melainkan alat negara atau institusi yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Tugas kepolisian meliputi penegakkan hukum, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam memelihara keamanan negara.

Qodrat menyebut kritik terhadap institusi negara tidak tepat dianggap sebagai ujaran kebencian. Ketentuan pidana ujaran kebencian terhadap Pemerintah Indonesia juga dihapus melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 6/PUU-V/2007 pada tahun 2007.

Tempo telah berupaya menghubungi Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Aceh, Komisaris Besar Joko Krisdiyanto melalui aplikasi perpesanan dan telepon untuk meminta konfirmasi soal kronologi penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka terhadap 6 mahasiswa di Mapolres Banda Aceh. Namun, hingga berita ini ditulis, Kombes Joko Krisdiyanto tidak membalas.

Pilihan Editor: Enam Mahasiswa yang Pasang Spanduk Polisi Biadab di Aceh Dibebaskan tapi Wajib Lapor

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


6 Fakta Kasus Perundungan PPDS di Undip

13 jam lalu

Seorang petugas keamanan berjalan di samping spanduk kampanye Gerakan Zero Bullying yang terpasang di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP), kawasan kompleks RSUP Dr Kariadi, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis, 15 Agustus 2024. Kepolisian masih menginvestigasi adanya dugaan perundungan di lingkungan PPDS yang menjadi penyebabnya mahasiswi ARL mengakhiri hidupnya. ANTARA/Aji Styawan
6 Fakta Kasus Perundungan PPDS di Undip

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro (Undip) sedang disorot karena masalah perundungan.


Ricuh Sepak Bola PON 2024: Aceh vs Sulawesi Tengah Wasit Kena Bogem Pemain, Ini Respons Erick Thohir

17 jam lalu

Wasit Eko Agus Sugiharto (kedua kanan) memberikan kartu kuning kepada pesepak bola Sulawesi Tengah Ichansyah (ketiga kiri) saat melawan tim Aceh pada pertandingan babak 8 besar PON XXI Aceh-Sumut 2024 di Stadion H Dimurthala, Banda Aceh, Aceh, Sabtu, 14 September 2024. Pertandingan ini diwarnai kericuhan hingga wasit dipukul pemain. ANTARA/Adeng Bustomi
Ricuh Sepak Bola PON 2024: Aceh vs Sulawesi Tengah Wasit Kena Bogem Pemain, Ini Respons Erick Thohir

Terjadi kericuhan pada laga sepak bola PON 2024 saat Aceh lawan Sulawesi Tengah, wasit sampai kena bogem pemain. Apa yang terjadi?


Mahasiswa UI Juara Kompetisi Video Kreatif Nasional Berkat Ide Destinasi Animalium

19 jam lalu

Dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dari Program Pendidikan Vokasi, Claudia Sesa dan Davina Aurelia, menyabet Juara I dalam ajang
Mahasiswa UI Juara Kompetisi Video Kreatif Nasional Berkat Ide Destinasi Animalium

Dua mahasiswa UI itu berhasil melewati dua tahap kompetisi, dari tahap daring hingga tahap on site dengan waktu penyuntingan yang sangat terbatas.


Hasil Sepak Bola PON 2024: Jatim Bertemu Jabar di Final, Aceh dan Kalsel Berebut Perunggu

23 jam lalu

Sejumlah pemain sepak bola Jawa Timur merayakan kemenangan usai mengalahkan Aceh di semifinal PON 2024. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras)
Hasil Sepak Bola PON 2024: Jatim Bertemu Jabar di Final, Aceh dan Kalsel Berebut Perunggu

Tim sepak bola putra Jawa Timur bakal menantang Jawa Barat di partai final Pekan Olahraga Nasional atau PON 2024.


Mahasiswa di Kerala India Meninggal karena Virus Nipah

1 hari lalu

Anggota tim medis dari Kozhikode Medical College membawa sampel buah pinang dan jambu biji untuk melakukan tes virus Nipah di desa Maruthonkara di distrik Kozhikode, Kerala, India, 13 September 2023. REUTERS/Stringer
Mahasiswa di Kerala India Meninggal karena Virus Nipah

Belum ada vaksin yang bisa mencegah infeksi akibat virus Nipah dan pengobatan untuk mengatasinya.


Mia Yunita Wisudawan Termuda dari UGM Saat Usia 20 Tahun 1 Bulan 9 hari, Terapkan Teknik Pomodoro

1 hari lalu

Mia Yunita, mahasiswa prodi Kedokteran Hewan UGM. Dok.UGM
Mia Yunita Wisudawan Termuda dari UGM Saat Usia 20 Tahun 1 Bulan 9 hari, Terapkan Teknik Pomodoro

Mia Yunita menjadi wisudawan termuda di Fakultas Kedokteran Hewan UGM di usia 20 tahun. Ia bagikan cara belajarnya.


Laga Sepak Bola Aceh vs Sulawesi Tengah di PON 2024 Ricuh, Erick Thohir: Itu Sangat Memalukan

1 hari lalu

Ketua Umum PSSI Erick Thohir (tengah) menyapa anak disabilitas pendampin pemain  saat menghadiri laga final sepak bola putri PON XXI Aceh-Sumut di Stadion Mini, Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu 14 September 2024. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Laga Sepak Bola Aceh vs Sulawesi Tengah di PON 2024 Ricuh, Erick Thohir: Itu Sangat Memalukan

Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengatakan sanksi terberat menanti pemain dan wasit yang terlibat kericuhan laga Aceh vs Sulawesi Tengah di PON 2024.


Ketua Panitia Pengawas dan Pengarah PON 2024: Pemain Sepak Bola Sulteng Pemukul Wasit Akan Dihukum Larangan Bermain Minimal 6 Bulan

1 hari lalu

Wasit Eko Agus Sugiharto (kedua kanan) memberikan kartu kuning kepada pesepak bola Sulawesi Tengah Ichansyah (ketiga kiri) saat melawan tim Aceh pada pertandingan babak 8 besar PON XXI Aceh-Sumut 2024 di Stadion H Dimurthala, Banda Aceh, Aceh, Sabtu, 14 September 2024. Pertandingan ini diwarnai kericuhan hingga wasit dipukul pemain. ANTARA/Adeng Bustomi
Ketua Panitia Pengawas dan Pengarah PON 2024: Pemain Sepak Bola Sulteng Pemukul Wasit Akan Dihukum Larangan Bermain Minimal 6 Bulan

Ketua HQ Panitia Pengawas dan Pengarah PON 2024 Suwarno, mengatakan pemain Sulawesi Tengah, Muhammad Rizki, terancam hukuman larangan enam bulan.


Polri Bentuk Satgas Usut Dugaan Penyelewengan Dana PON 2024 di Aceh dan Sumut

2 hari lalu

Suasana pertunjukan kembang api saat upacara pembukaan PON XXI Aceh-Sumut 2024 di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Aceh, Senin, 9 September 2024.. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Polri Bentuk Satgas Usut Dugaan Penyelewengan Dana PON 2024 di Aceh dan Sumut

Polri bentuk satgas untuk mengusut dugaan penyelewengan dana PON 2024 di Aceh dan Sumatra Utara.


Ketua Asprov PSSI Sulteng: Laga Sepak Bola PON 2024 Melawan Aceh Begitu Bobrok, Coreng Nama Indonesia

2 hari lalu

Mobil ambulan berada di lapangan dalan pertandingan sepakbola putra antara Aceh vs Sulsel di Stadion Dimurthala pada Sabtu, 14 September 2024. ANTARA/Hendri Sukma Indrawan
Ketua Asprov PSSI Sulteng: Laga Sepak Bola PON 2024 Melawan Aceh Begitu Bobrok, Coreng Nama Indonesia

Ketua Asprov PSSI Sulteng Hadianto Rasyid kecewa terhadap kepemimpinan wasit dalam laga perempat final antara Aceh dan Sulteng pada PON 2024.