TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menyebut proses penyidikan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak lazim. Sebab, kata dia, sangkaan gratifikasi dari Ahmad Riyadh muncul saat masa penahanannya akan berakhir.
"Saat di mana, waktu penyidik sudah habis untuk melakukan penyidikan dan berkas harus sudah P21," kata Gazalba Saleh saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2024.
Menurut dia juga, proses penyidikan tidak lazim karena setelah kantor lawyer Ahmad Riyadh digeledah, Ahmad Riyadh langsung di BAP. Padahal, kata dia, penyidik KPK bisa melakukannya pada keesokan harinya di Polda Jawa Timur.
"Ini menandakan hal yang dipaksakan begitu pula perubahan BAP satu menjadi BAP dua Ahmad Riyadh hanya untuk mencocokan tempat dan waktu, serta nilai uangnya agar seolah-olah saya menerima uang tersebut dari Ahmad Riyadh," ujarnya.
Atas dasar itu, Gazalba menilai perkara yang disangkakan terhadap dirinya merupakan rekayasa penyidikan. Dia menilai seharusnya perkara dua ini tidak layak dinaikkan sebagai suatu perkara tindak pidana korupsi berupa gratifikasi, yang telah memenuhi minimal dua alat bukti yang sah lantaran proses penyidikannya telah direkayasa.
Gazalba menuturkan hal ini terungkap ketika saksi Ahmad Riyadh memberikan keterangan di persidangan pada 18 Juni 2024 dan 22 Juni 2024. Di persidangan, terungkap bahwa ada lima orang penyidik KPK yang mendatangi kantor Ahmad Riyad dan langsung masuk ke ruangannya seraya menyampaikan; "Ini kasusnya Pak Gazalba, Bapak pernah menerima uang Rp 500 juta dari Jawahirul Fuad. Saksi menjawab betul saya terima Rp 500 juta dan Rp 151 juta,".
Kemudian, Gazalba menyebut; "Penyidik mengatakan ini pengacaranya Pak Gazalba tidak telpon Bapak? Ini Pak Gazalba menyampaikan salam, membantu supaya urusannya lancar untuk rekap uang-uang yang pernah Bapak kasih Rp 500 juta atau berapa? Saksi Riyadh menyampaikan loh saya enggak pernah kasih".
Dalam nota pembelaannya, Gazalba pun berkata Ahmad Riyadh terbawa suasana dan dalam kondisi bingung, serta kaget lantaran ada penyidik KPK masuk ke ruangan saksi dan pada hari itu juga Riyadh di BAP. "Ditanyakan kepada saksi, keberatan Pak di BAP, saksi menjawab, ya saya tidak akan keberatan di BAP, silakan," ucap Gazalab menirukan percakapan penyidik KPK dan Ahmad Riyadh.
Cerita bahwa ada salam untuk dibantu, Gazalba melanjutkan, yang kemudian saksi Ahmad Riyadh sampaikan "loh Pak ini saya bantu Pak Gazalba, saya kan juga bermasalah nantinya". Penyidik menyampaikan "Enggak ini kan gratifikasi, kan pemberi nggak kena. Ini untuk melengkapi saja biar berkasnya selesai. Pak Gazalba minta bantu".
Keterangan saksi Ahmad Riyad di atas, kata Gazalba, mengungkap beberapa hal, yaitu membawa-bawa nama pengacaranya, padahal pengacaranya tidak pernah meminta bantuan saksi Ahmad Riyadh mengungkap adanya pemberian uang.
Oleh karena itu, Gazalba Saleh beranggapan penyidik KPK ingin membenturkan pengacara/penasihat hukumnya dengan saksi Ahmad Riyadh.
Ia pun membantah bahwa dirinya pernah menyampaikan salam kepada saksi Ahmad Riyadh untuk melakukan rekap uang-uang yang pernah diberikan kepadanya sebagaimana tuntutan Jaksa KPK. "Saya tidak pernah ngomong salam kepada saksi Ahmad Riyadh apalagi minta bantuan untuk rekap uang yang sama sekali pernah saya terima dari Ahmad Riyadh," ujarnya.
Gazalba Saleh pun menuturkan penyidik KPK ingin memojokkan Ahmad Riyadh dengan menyebut telah memberikan uang kepada Gazalba dengan menyuruhnya untuk mengakui hal itu.
Pilihan Editor: Dituntut 15 Tahun Penjara, Gazalba Saleh Sebut Tuntutan Jaksa KPK Sebagai Balas Dendam