TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga dan Transmigrasi Kemnaker, Reyna Usman, 4 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Reyna merupakan terdakwa kasus korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemnaker Tahun Anggaran 2012.
Jaksa menyatakan Reyna terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Jaksa menyatakan Reyna telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan dengan amar berikut,” kata Jaksa membacakan amar tuntutannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024.
Selain tuntutan penjara dan denda, Jaksa juga menuntut Reyna Usman membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 3 miliar. Jaksa juga meminta agar hakim menyita harta benda Reyna jika dia tak memiliki membayar uang pengganti tersebut dalam kurun waktu 1 bulan setelah amar putusan berkekuatan hukum tetap.
“Jika terdakwa tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kewajiban uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun,” kata Jaksa.
Jaksa mengatakan, alasan pemberat terhadap tuntutan Reyna Usman tersebut karena yang bersangkutan tidak mendukung pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi, “Serta terdakwa tidak berterus terang dalam memberikan keterangannya di persidangan,” kata Jaksa.
KPK menetapkan Reyna Usman sebagai tersangka korupsi pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012 di Kemenakertrans sejak 25 Januari 2024. Selain Reyna, KPK juga menetapkan ASN Kemnaker yang kala itu sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I Nyoman Darmanta dan Direktur PT Adi Inti Mandiri, Karunia.
Jaksa KPK mendakwa Reyna Usman bersama Nyoman dan Karunia telah merugikan keuangan negara senilai Rp 17.682.445.455. Jaksa menyatakan Reyna telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam proyek sistem proteksi TKI. Dalam dakwaannya, JPU mengatakan, sekitar 2010, Reyna Usman yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Sesbinalattas) Kemenakertrans berkenalan dengan Karunia melalui seseorang bernama Dewa Putu Santika.
Setelah perkenalan itu, Karunia menyampaikan keinginannya mengajukan Izin untuk perusahaan jasa pelatihan TKI. Karunia pun disebut berjanji akan memberikan fee kepada Reyna yang kemudian diberikan sebesar Rp 3 miliar.
Setelah itu, menurut jaksa, Reyna menawarkan proyek sistem proteksi TKI itu kepada Karunia. Bersama I Nyoman Darmanta, kata Jaksa, Reyna pun mengatur agar lelang proyek dengan anggaran Rp 19,77 miliar tersebut dimenangkan oleh PT AIM.
Proyek ini bermasalah setelah Kemnaker membayar 100 persen proyek itu kepada PT AIM meskipun sistem proteksi TKI belum seluruhnya tergarap sempurna. Bahkan, bekalangan sistem itu disebut tak bisa digunakan.