TEMPO.CO, Jakarta - Saksi di sidang terdakwa Harvey Moeis, Suwito Gunawan alias Awi, menyebut PT Timah Tbk tidak pernah melakukan penambangan sejak beroperasi. Pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) itu mengatakan, perusahaan milik negara tersebut memperoleh timah dari masyarakat yang melakukan kemitraan.
"Setahu saya, dari dulu PT Timah tidak pernah menambang. Saya mulai kerja di pertambangan dari 1979, selama PT Timah berjalan selalu menggunakan mitra sejak dari dulu. Saya juga pernah jadi mitra kerja tambang PT Timah di tahun 2000 ke bawah," kata Awi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2024.
Bahkan, dia menyebut, sebelum menjadi mitra PT Timah pada 2018, Stanindo sudah ada dan mulai menambang di wilayah izin usaha penambangan (IUP) sendiri pada 2017.
Dalam kesaksiannya, Awi mengungkapkan bahwa timah yang diambil Stanindo ada dari IUP PT Timah. Biji timah yang ditambang di IUP PT Timah, kata dia, selalu dikembalikan ke perusahaan milik negara itu.
Dia juga membenarkan jika perusahaan cangkang dari perusahaan smelter yang menjadi mitra PT Timah tidak pernah mengolah dan mengekspor bijih timah. Mereka selalu menyetorkannya ke PT Timah.
Tidak hanya itu, Awi juga menyebut dalam surat perjanjian (SP) yang ditandatangani oleh Direktur PT SIP, MB Gunawan, kerja sama sewa smelter pengolahan menjadi logam mencakup di dalamnya laboratorium, gudang, dan semua peralatan di tempat PT SIP. Perjanjian ini untuk lima tahun kemitraan, dari 2018-2023.
Awi menjadi saksi mahkota sidang dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun anggaran 2015-2022, yang menyeret Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta, Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah.
Kasus ini menyeret tiga perwakilan PT RBT sebagai terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Harvey didakwa menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun itu.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pilihan Editor: Rizieq Syihab Layangkan Gugatan G30S JOKOWI ke PN Jakarta Pusat