TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekitar 200 tenaga kerja kontrak (outsourcing) di PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dipecat pada Jumat (5/2). Menurut Ketua Umum Serikat Buruh Transportasi Indonesia, Ilhamsyah, pemecatan dilakukan oleh PT Philia Mandiri Sejahtera sebagai perusahaan penyedia jasa outsourcing kepada JICT.
"Padahal sesuai kontrak masih sampai pertengahan 2010," kata dia saat dihubungi melalui telepon, Ahad (7/2).
Alasan pemecatan ini, menurut Ilhamsyah, terlalu mengada-ada. "Karyawan dianggap membangkang, tidak patuh, dan melakukan perusakan," ujarnya. Sekitar 400 karyawan outsourcing di JICT memang melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja sejak sepekan lalu.
Para karyawan kontrak itu berasal dari tiga penyedia jasa outsourcing, yaitu PT Phila, Koperasi Karyawan, dan Koperasi Pegawai Maritim. Mereka menuntut agar diangkat menjadi karyawan tetap.
Setelah tiga hari berdemonstrasi di JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, tanpa hasil, mereka akhirnya mengadu ke Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat. "Gara-gara ini yang ikut aksi dipecat semua," kata dia. PT Philia juga tidak memberikan kompensasi apapun kepada karyawan yang diputus kontraknya.
Menurut Ilhamsyah, sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 220 Tahun 2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan sebagai Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, bahwa kegiatan utama, kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi tidak boleh di-outsourcing.
Tapi, JICT melakukan outsourcing terhadap pekerjaan yang menjadi kegiatan utamanya, yaitu jasa dermaga sandar kapal, jasa alat penunjang bongkar-muat barang atau kontainer dan jasa lapangan/penumpukan kontainer.
Para karyawan kontrak dipekerjakan sebagai operator Head Truck, Crane, Forklip, operator Rubber Tyred Gantry Crane yang sangat dibutuhkan bongkar muat kapal-kapal kontainer. "Ini jelas melanggar undang-undang," tegas Ilhamsyah.
Ia menyesalkan Departemen Tenaga Kerja yang tidak berpihak kepada buruh. "Kami sudah berulang kali melapor tapi tidak ada tanggapan," kata dia.
Ilham menuturkan, selain melanggar undang-undang, kesejahteraan karyawan kontrak berbeda jauh dengan karyawan organik. "Padahal mereka melakukan pekerjaan yang sama," ujarnya.
Ia mencontohkan, penghasilan seorang operator head truk kontrak yang hanya Rp 2,5 juta per bulan. "Kalau yang organik paling rendah Rp 8 juta. Belum termasuk tunjangan kesehatan, perumahan, pendidikan, THR, dan bonus tahunan," katanya.
Oleh karena itu, mereka menuntut agar karyawan kontrak diangkat menjadi karyawan tetap oleh JICT. "Kenapa JICT? Karena dari semula mereka sebenarnya tidak boleh melakukan outsourcing atas pekerjaan ini," katanya.
Selain akan terus melakukan aksi unjuk rasa dan mogok, para karyawan kontrak ini akan melakukan upaya hukum. "Kami akan melapor ke Depnaker dan Pengadilan Hubungan Industrial," katanya.
Sofian