TEMPO.CO, Jakarta - Aturan prlat nomor genap-ganjil bagi pengguna kendaraan bermotor pribadi ternyata tidak disepakati oleh seluruh kalangan, termasuk di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta sendiri.
Deputi Gubernur DKI bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi, Sutanto Soehodo, mengatakan, pembatasan kendaraan berpelat genap-ganjil tidak akan efektif, terlebih jika sepeda motor tidak dimasukkan dalam skema tersebut. "Kalau sepeda motor tidak dimasukkan skema, mungkin tidak efektif," ujar Sutanto kepada Tempo, Senin, 10 Desember 2012.
Dia juga tidak menyepakati pernyataan Kepolisian Daerah Metro Jaya pada pekan lalu yang mengatakan sepeda motor hanya sebagai sumber kesemrawutan. "Motor itu juga sebagai sumber kemacetan," katanya.
Sutanto meminta pemerintah daerah untuk mempertimbangkan pajak yang telah dibayar masyarakat terhadap kendaraannya. "Kalau ada dua sampai tiga orang PTUN-kan kita, habis kita!" kata dia.
Dalam penerapannya, kata dia, bukan berarti pengguna pelat ganjil atau genap tidak menggunakan kendaraannya. Bisa jadi, mereka memilih alternatif jalan lain menuju ke tempat tujuan. "Yang enggak boleh lewat hanya koridor yang disepakati. Kalau di luar itu, bisa jadi lebih macet, tapi titik kemacetan berpindah," ujar Sutanto.
Untuk itu, dia lebih sepakat jika cakupan aturan 3 in 1 yang sudah berjalan saat ini di sejumlah wilayah diperluas. "Pilih mana, 3 in 1 cakupannya diluasin atau terapkan genap-ganjil?" ia menjelaskan.
SUTJI DECILYA
Berita terpopuler lainnya:
Andi Mallarangeng Terkenal Kikir
Apa Untungnya Kalau Rhoma Irama Jadi Presiden
Bupati Aceng Nikahi Shinta, Pestanya Meriah
Gaya Mewah Djoko Susilo, Nunun, dan Miranda
Kemenangan Zaki Ubah Peta Politik Keluarga Atut