TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum Yesmil Anwar mengatakan terpidana Afriyani Susanti bisa menjalani vonis hukuman yang terlama dalam kasus kecelakaan Daihatsu Xenia maut. Menurut Yesmil, hukum Indonesia tidak mengenal sistem kumulatif layaknya di Amerika Serikat.
"Untuk Indonesia, lazimnya yang dipakai vonis yang terlama bila ada dua vonis," ujar Yesmil saat dihubungi, Jumat, 28 Desember 2012. Berbeda dengan hukum di Amerika yang mengakumulasikan hukuman bila ada dua vonis dari suatu perkara hukum dengan satu terpidana.
Ia tidak menyebut secara rinci landasan hukum terkait dengan akumulasi hukuman tersebut. Namun, Yesmil menilai, dalam stelsel pidana di Indonesia, hukuman tidak melulu harus mendasarkan pada vonis yang paling ringan dan menguntungkan terdakwa.
Lebih lanjut, pengajar di Universitas Padjadjaran ini menilai kasus kecelakaan Xenia maut tak berbeda dengan kasus kecelakaan lainnya yang berkaitan dengan kelalaian pengendara. Tingginya perhatian dan desakan masyarakat serta banyaknya korban yang meninggal menjadikan kasus ini penting dan besar.
Sehingga dalam putusannya, hakim pun mempertimbangkan opini masyarakat yang berkembang. "Mungkin itu yang menyebabkan hukuman menjadi 15 tahun atau lebih dari yang dituntut jaksa," ucap Yesmil. Yesmil berharap hakim juga menerapkan hal serupa untuk perkara korupsi. Apalagi mengingat desakan masyarakat yang cukup tinggi terhadap pelaku yang terjerat kasus korupsi.
Afriyani mengatakan dia tidak terlalu mempersoalkan lamanya masa hukuman. Hal utama bagi dia adalah gugurnya Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan. "Karena saya bukan pembunuh," ujar Afriyani saat ditemui Tempo usai sidang di PN Jakarta Barat pada pekan lalu.
Sedangkan Efrizal, kuasa hukum Afriyani, menuturkan kliennya harus menjalani hukuman yang terlama. Pasalnya, kasus kecelakaan Xenia maut merupakan satu rangkaian peristiwa.
ADITYA BUDIMAN