TEMPO.CO, Jakarta - Ana Rohayati, 7 tahun, sibuk menghitung uang receh yang dikumpulkannya di dalam bungkus bekas makanan ringan. Dari raut wajahnya, ia terlihat kecewa, dengan sesekali mengembuskan napas dengan keras. "Baru dapat Rp 3.500 sejak pagi," kata Ana kepada Tempo, Senin, 24 Maret 2014.
Menurut dia, dirinya seharusnya bisa mendapat lebih banyak uang pada pagi hari saat jam sibuk arus lalu lintas. Kekurangan jumlah itu masih banyak karena dia harus menyetorkan Rp 10.000 kepada orang yang disebutnya sebagai Bang Amat dan sisanya diberikan untuk ibunya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Anak yang biasa mengamen di perempatan Grogol, Jakarta Barat, ini mengatakan Amat adalah pria yang mengizinkannya mengamen di wilayah itu. Ia juga "pemodal" kecrekan yang digunakan Ana untuk mengamen. Setoran itu ditujukan agar Ana tetap bisa mengamen di sana. "Nanti kalau enggak setoran, enggak boleh ngamen di sini lagi," katanya.
Dia menuturkan, jika uang yang didapatnya tak melebihi Rp 20 ribu, uang setoran terpaksa dikurangi agar dia dan ibunya tetap bisa makan. Meski sering kali jumlahnya kurang, Ana tetap menghampiri Amat untuk menyerahkan setoran. Setoran itu kadang ditolak dan membuat Ana mengamen hingga pukul 20.00 WIB.
Ana pernah bersekolah hingga kelas I SD. Namun anak yang tinggal bertiga dengan ibu dan adiknya di Latumenten, Jakarta Barat, ini terpaksa berhenti bersekolah karena ibunya yang semula bekerja sebagai buruh cuci sering sakit. Selain tuntutan dari Amat, tekanan juga datang dari rekan sebaya akibat saling mendahului menghampiri mobil yang sedang berhenti di lampu lalu lintas. "Biasanya sering dorong-dorongan," ujarnya.
Pantauan Tempo, di perempatan Grogol ada belasan pengamen anak dan anak jalanan yang berkeliaran pada pagi hari. Mereka menyerbu mobil dan sepeda motor yang sedang berhenti saat lampu lalu lintas menyala merah. Saat lampu menyala hijau, semuanya kembali ke tepi jalan dan mengulangi hal yang sama saat lampu kembali merah.
Tekanan yang dialami Ana juga dirasakan Iqbal Saputra, 3,5 tahun. Iqbal disiksa oleh kekasih ibunya, Dadang Supriyatna, 29 tahun. Dadang menyiksa Iqbal karena uang hasil mengamen balita itu tak memenuhi target yang diminta Dadang. Iqbal kini masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara. (Baca: Besuk Iqbal, Prabowo: Ini Bukan Kampanye dan Iqbal Saputra Dapat Pendampingan dari Kementerian Sosial)
LINDA HAIRANI
Berita Lainnya:
Pilot Ganteng Pencari MH370 Jadi Gunjingan Twitter
Banyak Duduk Bikin Gendut
Foto Pengguna Paspor Curian MH370 Direkayasa?
Ada Kokain yang Dialamatkan ke Vatikan
Olivia: Saya Bukan Jurkam Golkar