TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok orang yang tergabung dalam Rumah Rakyat untuk Pemimpin Beradab meminta penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) yang diberikan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dicabut.
"Karena dia sudah tidak merepresentasikan sosok Bung Hatta yang bersahaja," kata Sekretaris Jenderal Rumah Rakyat untuk Pemimpin Beradab Ferdinand Hutahaean saat dihubungi pada Kamis, 11 Agustus 2016.
Ferdinand menilai sosok Ahok sudah tidak relevan dengan model kepemimpinan yang dilakukan Bung Hatta. Alasannya, Ahok saat ini disebut-sebut terlibat korupsi sejumlah proyek pemerintah, seperti dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dan lahan di Cengkareng.
Seharusnya, ucap Ferdinand, pemimpin yang bersih tidak akan terseret dengan isu korupsi. Selain itu, dia menganggap Ahok bukan pemimpin yang bersahaja dan dekat dengan rakyat. Bahkan Ahok kerap menggusur rumah warga dengan cara sewenang-wenang.
Baca: Jika Partai Batal Dukung, Ahok: Berarti Saya Sial Ditipu
Dia juga mempertanyakan juri BHACA yang dianggap buru-buru memberi Ahok penghargaan. Padahal waktu itu Ahok baru setahun memimpin Jakarta. Menurut dia, terlalu pendek jangka waktu penilaiannya.
Ferdinand pun sempat menghubungi keluarga Mohammad Hatta dan meminta penjelasan terkait dengan pemberian penghargaan itu. Dia ditemui putri sulung Bung Hatta, Meutia Farida Hatta. Keluarga Bung Hatta menjelaskan, penghargaan tersebut tidak datang darinya, tapi dibentuk atas inisiasi berbagai elemen masyarakat.
"Bu Meutia bercerita, dia hanya memberikan izin kepeda BHACA untuk menggunakan nama ayahnya sebagai penghargaan," ujarnya. Menurut dia, kriteria pemimpin ideal yang bisa meraih BHACA adalah memiliki budi pekerti dan moralitas yang baik.
Dia pun membandingkan Ahok dengan Bung Hatta. Menurut dia, Ahok tidak memiliki sikap yang baik kepada masyarakat. "Karena itu, kami meminta panitia BHACA mencabut penghargaan itu karena sudah tidak relevan lagi."
AVIT HIDAYAT