TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan pihaknya tengah mengaudit sejumlah bangunan dan gedung yang diindikasikan mencuri air tanah. Untuk itu, Saefullah memerintahkan untuk memburu 10 ribu pelaku pajak air tanah.
"Saya sedang minta Asisten Perekonomian untuk pajak air tanah ini di mapping dulu, supaya penyelesaiannya tidak spot-spot (sepotong-sepotong), harus holistik," ujar Saefullah di Balai Kota Jakarta, 31 Juli 217.
Baca: Penggunaan Air Tanah Berlebihan, Jakarta Bisa Tenggelam
Menurut Saefullah, pemerintah masih menunggu data dari hasil pemetaan pelanggaran pajak tanah tersebut. Setidaknya, kata Saefullah, data tersebut sudah bisa dipaparkan pada pekan depan.
Sementara itu, ujar saefullah, berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setidaknya ada 10 ribu titik sumur ilegal. Karenanya, Saefullah meminta kepada pengusaha apartemen yang menggunakan air tanah untuk segera melapor kepada Pemerintah DKI Jakarta.
"Kalau tidak, nanti tim terpadu ini akan on the spot ke sana. Kalau terjadi pelanggaran akan kami tegakkan aturan, sanksinya denda," ujar Saefullah.
Menurut Saefullah, setiap wajib pajak harus mendaftarkan diri dan melaporkan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak Daerah (SPOPD). Surat tersebut disampaikan kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Sesuai dengan tempat kedudukannya, wajib pajak harus melapor dalam jangka waktu paling lambat 15 hari kalender sebelum pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Pemungutan Pajak Air Tanah.
Baca juga: Survei Geologi: Pondasi Belasan Gedung di DKI Menembus Mata Air
Apabila pembayaran pajak air tanah terutang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, maka mereka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 persen per bulan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan.
LARISSA HUDA