TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan penanganan banjir Jakarta membutuhkan waktu ekstra. Pasalnya, lokasi genangan air yang timbul setelah hujan panjang tidak merata. Belum ditambah kemungkinan sabotase saluran air seperti yang sempat dibahas Ahok.
"Soal realisasi pengurangan banjir, kan kami kerahkan Pekerja Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Saya pun baru mulai keluarkan surat pada Mei 2015," katanya di Balai Kota Jakarta, Senin, 29 Februari 2016.
Pasukan PPSU yang, kata Ahok, berseragam oranye itu baru mulai bekerja pada Juli 2015 untuk melacak di titik mana saja air terhambat sehingga terjadi genangan. Pekerjaan tersebut, bagi Ahok, tak mudah.
"Kamu tahu enggak saluran penghubung (air) di Jakarta ada berapa? Ada 13 sungai utama, jadi ada 1.086, belum lagi kami bikin crossing (persimpangan), mana bisa kerja setengah tahun?" tuturnya.
Dia mengatakan lokasi pekerjaan PPSU di lapangan secara otomatis berpindah berdasarkan temuan genangan. "Ini soal pengaturan air. Logikanya gini, hujan di Jakarta rata enggak tiap hari? Rata memang, tapi genangannya pindah-pindah."
Perpindahan genangan itu, ucap Ahok, terjadi karena saluran air yang belum rata. "Lihat sekarang, daerah yang dulu terendam sekarang enggak."
Ahok pun melengkapi argumennya dengan contoh. "Kampung Pulo ada air enggak sekarang? Lima sentimeter atau 10 sentimeter juga tak ada, karena pompanya sudah oke." Ahok mengatakan perubahan serupa bisa dilihat di daerah Matraman, Cawang, dan Sunter.
Menurut Ahok, air tak akan tergenang jika semua aspek teknis yang diterapkan untuk menangani banjir tak diganggu. "Yang penting jangan mainin air saja sekarang. Jangan sampai kayak kemarin, ada sumbatan di Merdeka Selatan, kulit kabel dimasukin," ujarnya, yang beberapa waktu lalu sempat membahas isu sabotase.
Ahok mengaku tak tahu pihak mana yang dinilai sengaja menaruh kabel tersebut. Namun, dia menegaskan, jika ada saluran yang tersumbat, sirkulasi air tak akan merata dan potensi banjir meningkat.
YOHANES PASKALIS