TEMPO.CO, Jakarta - Setelah meletup kasus kebaktian Pulogebang, Rusunawa Pulogebang, Jakarta Timur, akan dijadikan pilot project atau percontohan bagi Forum Komunikasi Antar Agama dan Budaya untuk mengantisipasi gesekan sosial.
"Ini langkah kami untuk menghindari gesekan-gesekan kebhinekan atau toleransi di dalam rusun karena dihuni oleh warga dengan agama dan suku yang berbeda-beda," kata Ageng Darmintono, Kepala Unit Pengelola Rumah Susun Pulogebang, di Rusunawa Pulogebang pada Selasa, 26 September 2017.
Menurut Ageng, Forum akan menunjuk perwakilan dari agama dan suku pada setiap blok selaku komunikator. "Kami akan libatkan semua unsur dari warga." Forum Komunikasi itu yang akan mewadahi dan mengadakan kegiatan sosial yang bisa mempersatukan warga.
Ageng menerangkan, langkah itu diambil dalam pertemuan UPRS dengan pemerintah setempat, seperti Wali Kota Jakarta Timur, kapolres dan kapolsek sekitar serta Forum Komunikasi Antar Umat Beragama pada Senin malam lalu, 25 Septenber 2017. "Untuk menumbuhkankan toleransi dan keragamaan dalam kehidupan di rusun."
Ageng juga berharap ruang publik bisa difungsikan lebih sering lagi dengan kegiatan sosial untuk saling mengenal bagi warga rusun satu sama lain. Saling mengenal bisa mengurangi "kecurigaan satu sama lain," kata Ageng saat ditemui di rusun Pulogebang.
Ageng yang juga Caretaker Koordinator Forum Komunikasi akan segera menyelesaikan struktur organisasi dan pengurusnya.
Jailani, Ketua RT 11/RW 11 Blok F Rusun Pulogadung berjanji mengajak setiap unsur warga sebagai penggiat forum tersebut. "Kegiatan paling dekat kami akan lakukan bakti sosial," kata Jailani.
Kepala Polsek Cakung Komisaris Sukatma mendukung pembentukan Forum Komunikasi. "Semoga berhasil karena yang dibutuhkan hanya komunikasi, kejadian kemarin itu karena miskomunikasi," ucapnya di Rusunawa Pulogebang. Sukatma berharap jika penanganan efek kasus kebaktian Pulogebang berhasil bisa menjadi percontohan bagi rusun lainnya.
TAUFIQ SIDDIQ