TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian Jon Riah Ukur alias Jonru Ginting mengaku rindu bermain Facebook selama dipenjara. Dia mengatakan bermain media sosial adalah bagian dari kesenangannya.
"Itu memang hobi saya," kata Jonru di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 1 Februari 2018.
Jonru menuturkan keinginannya untuk bisa kembali bermain media sosial menjadi motivasi tersendiri bagi dirinya untuk segera bebas. Selama berada di penjara, keinginan itu tak bisa ia salurkan. "Sebetulnya itu yang membuat saya ingin segera bebas," kata dia.
Baca juga: Kenapa Ada Saksi Ahli Kasus Buni Yani di Sidang Jonru Ginting?
Sebelum menyandang status sebagai tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Jonru Ginting dikenal aktif di media sosial seperti Facebook dan Twitter. Akun Facebook miliknya bahkan memiliki lebih dari satu juta pengikut. Di dalam akun Facebook itu dia biasa mengomentari berbagai peristiwa di tanah air.
Belakangan sejumlah postingannya dilaporkan oleh salah satu anggota Advokat Kotak Badja (Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok), Muannas Al Aidid ke Polda Metro Jaya, pada Kamis, 31 Agustus 2017. Muannas menganggap sejumlah unggahan Jonru mengandung ujaran kebencian dan telah melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Salah satu unggahan Jonru yang dilaporkan Muannas yaitu soal tudingannya bahwa pemerintah menyogok Pengurus Besar Nahdlatul Ulama agar menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat. Selain itu, ada juga unggahan Jonru yang dinilai menghina Presiden Joko Widodo.
Atas laporan tersebut, penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menetapkan Jonru sebagai tersangka pada 29 September 2017. Jonru langsung ditahan pada hari yang sama.
Baca juga: Kuasa Hukum Jonru Ginting Memprotes Dua Saksi Ahli JPU, Sebab...
Jonru kini berstatus sebagai tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Proses peradilan yang dijalaninya telah memasuki tahap mendengarkan saksi ahli dari pihak kejaksaan.
Jonru Ginting dituntut dengan pasal berlapis, yakni Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informatika dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Selain itu, karena dianggap telah melakukan perbuatan secara berulang, Jonru juga dijerat dengan Pasal 156 KUHP tentang Penghinaan Terhadap Suatu Golongan Tertentu dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.