TEMPO.CO, Jakarta — Sidang lanjutan perkara terorisme dengan terdakwa kasus bom Sarinah, Aman Abdurrahman, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 13 Maret 2018, menghadirkan Adi Jihadi sebagai saksi.
Adi Jihadi merupakan terpidana 6 tahun penjara kasus penyelundupan senjata dari Filipina dan pengiriman personel Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ke Marawi.
Baca Juga:
Baca juga: Sidang Bom Sarinah, Demokrasi Disebut Sirik Afdal dan Kafir
Dari fakta persidangan sebelumnya, senjata yang digunakan pelaku di bom Sarinah di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016, diketahui berasal dari dana yang dikelola Adi Jihadi. Namun, Adi mengatakan tak pernah mengetahui tentang rencana aksi teror tersebut.
“Awalnya tak tahu, tahunya dari penyidik," ucapnya.
Adi mengakui pernah bertemu dengan Aman Abdurrahman di penjara Nusakambangan. Saat itu, Adi sedang membesuk kakaknya, Iwam Dharmawan alias Rois, yang menjadi dalang bom Sarinah.
"Bertemu terdakwa dua sampai tiga kali di sana," katanya.
Saat bertemu dengan Aman, Adi mengatakan dia hanya membicarakan mengenai hukum Islam tentang menggadaikan barang. Dia mengaku tak pernah diberikan pesan lain oleh terdakwa. "Tidak ada pesan lain," ucapnya.
Ketika membesuk Rois di Nusakambangan, Adi berujar, dia memang diberikan perintah sebagai fasilitator. Antara lain sebagai pembelian tiket perjalanan ke Suriah untuk beberapa orang. "Selain itu, mengambil uang US$ 30 ribu kurang-lebih," katanya.
Simak juga: Bom Sarinah, Inikah Sosok Si Pembunuh Berdarah Dingin Itu?
Dalam keterangannya, Adi mengaku menerima perintah dari Rois untuk mengambil uang US$ 30 ribu atau Rp 413.039.600 dari seseorang yang tak dikenalnya di mal Matahari, Serang.
Uang tersebut kemudian diberikan kepada Zainal Anshori sebesar US$ 20 ribu, US$ 3.000 kepada Suryadi Mas'ud, dan US$ 7.000 untuk pembelian senjata di Filipina. Senjata itu kemudian digunakan pelaku bom Sarinah.