TEMPO.CO, Bogor - Kampung putus sekolah di Desa Mulyasari, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sudah menjadi kelas jauh SD Sukamulya 2, Kabupaten Bogor.
“Ya kami sudah jadikan ini kelas jauh, sekitar 10 bulan ke belakang,” kata Kepala Sekolah SD Sukamulya 2, Hayati, Sabtu 12 Mei 2018.
Baca Juga:
Namun, kata Hayati, tenaga pengajar dari kelas jauh tersebut masih diambil dari warga sekitar yang terbiasa melakukan proses belajar mengajar.
“Memang sulitnya akses membuat kami tidak bisa setiap hari untuk datang kesini, makanya kami serahkan pada masyarakat sekitar,” kata Hayati.
Hayati mengatakan, meski masyarakat setempat tidak memiliki ijazah lulus SD, dia mempercayakan mereka untuk mengajar anak-anak setempat.
“Memang kondisinya seperti ini, sulit akses, jadi ya kami percayakan sama warga sekitar,” kata dia.
Baca: Remaja Putri Berusia 16 Tahun Gantung Diri, Putus Sekolah?
Untuk Kelas Jauh, Hayati mengatakan, anak usia 9 tahun masuk kategori kelas 1 SD, sedangkan 10 tahun ke atas mengambil paket A.
“Baru satu pengajar yang dijadikan guru disini, meski kita tau dia belum punya ijazah tapi memang kondisi seperti ini, yang penting anak bisa bersekolah,” katanya.
Puluhan warga Kampung Putus Sekolah di Desa Mulyasari, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, antusias saat kedatangan tim guru dari SD Sukamulya 2, Sabtu 12 Mei 2018. TEMPO/ADE RIDWAN
Hayati berharap pemerintah dapat membantu mendukung proses pendidikan di kampung tersebut. Misalnya dengan melengkapi desa itu dengan sarana prasarana pendidikan, maupun akses jalan dan tenaga pendidik.
“Mudah mudahan proses belajar mengajar di sini bisa terus,” katanya.
Ketua RT05/01, Mulyasari, Sukamakmur, Muad menyebut kampung tersebut sebagai kampung putus sekolah. “Tidak ada satupun masyarakat disini yang punya ijazah sekolah, jadi ya wajar kami sebutnya kampung putus sekolah,” kata Muad.
Meski tak memiliki ijazah, lanjut Muad, penduduknya tetap bisa membaca, menulis dan berhitung. Hal itu karena mereka membuat sendiri madrasah yang digunakan untuk belajar agama.
“Di madrasah itu selain mereka belajar agama, juga belajar pelajaran sd sebisanya,” kata Muad.
Guru-guru madrasah pun merupakan warga sekitar yang paham agama. “Mereka belajar di bangunan yang kami buat seadanya dibantu dengan sumbangan pihak luar seperti mahasiswa atau yayasan,” kata Muad.
Di bangunan 4x12 meter tersebut, proses belajar mengajar dilakukan di Kampung Putus Sekolah. “Mereka sih belajar kemauannya tinggi, tapi nggak ada ijazah, karena belajarnya hanya seadanya,” lanjut Muad.