TEMPO.CO, Jakarta – Saksi dari capres Prabowo Subianto tidak mempercayai partisipasi pemilih di DKI dalam Pemilu Presiden 2019 yang baru lalu melampaui angka 80 persen. Mereka mencurigai data KPU DKI yang menetapkan jumlah pemilih dari daftar tambahan dan khusus (DPTb dan DPK) dalam pilpres lalu masing-masing 90 dan 98 persen.
Baca:
Prabowo Kalah Tipis, Saksi Tolak Teken Rekap Hasil Pilpres di DKI
Kecurigaan itu digunakan sebagai alasan keberatan dan akhirnya menolak meneken hasil rapat pleno KPU DKI. "Kami kritisi," kata Sekretaris DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Syarif, di Hotel Bidakara, Jakarta Selotan--lokasi rapat pleno KPU DKI, Jumat 17 Mei 2019.
Syarif menyebut DPTb DKI berisi 120 ribuan pemilih dengan tingkat partisipasi mencapai 90 persen. Sedang DPK terdiri dari 225 ribu pemilih dengan partisipasi 98 persen. Dengan kesempatan bagi pemilih khusus untuk mencoblos hanya pada pukul 12-13, Syarif ragu data KPU tersebut akurat.
Menurut Syarif, lazimnya tingkat partisipasi pemilih adalah 70-80 persen. Bahkan, partisipasi tertinggi pesta demokrasi di dunia disebutnya hanya 78 persen. “Ini mendekati 98 persen. Itu yang kami curigai dan membuat kami menolak,” katanya.
Baca:
Pleno KPU DKI, Prabowo Kalah Tipis dari Jokowi di Jakarta
Penolakan ditambahkannya dengan dua faktor lain. Pertama, data di daftar pemilih yang dinilai tetap berantakan. Kedua di beberapa tempat pemungutan suara saat pencoblosan ada yang kurang surat suara.
Ketua KPU DKI Betty menyatakan penolakan saksi capres nomor urut 02 menandatangani formulir rekapitulasi tingkat provinsi tidak mengubah hasil perolehan suara yang telah diputuskan. Keputusan itu adalah menetapkan capres inkumben Joko Widodo alias Jokowi unggul tipis dari Prabowo.
Baca:
Pengakuan Mengejutkan KPU DKI: Situng Buat Menarik Atensi Publik
Menurut data KPU Jokowi unggul di empat wilayah di ibu kota yakni Jakarta Utara, Pusat, Barat, dan Kepulauan Seribu. Sedang Prabowo hanya genggam kemenangan di Jakarta Timur dan Selatan.